Memberi Tanpa Merendahkan
Teman-teman pernah menyaksikan tidak, ada calon legislatif (caleg) yang blusukan ke jalanan sambil memberi bantuan pada orang-orang miskin atau pengemis yang tak berdaya?
Pasti familier dengan lakon ini. Tak lupa tim kameramen sigap memvideokan dan mengambil foto-foto saat penyerahan kardus mi instan dan uang amplop.
Esoknya, sudah bisa dipastikan wajah-wajah patut dikasihani muncul di sisi sang caleg yang tersenyum lima senti. Kadang tampak sedang mencium tangan, menyalam sambil membungkuk, seolah-olah telah datang Sang Penolong, pembebas dari rasa lapar.
Memberi Tanpa Merendahkan
Memangnya foto-foto setelah menyerahkan bantuan kepada kaum dhuafa berarti merendahkan, gitu? Bukankah untuk dokumentasi? Bahwa bantuan telah disalurkan dengan amanah kepada sasaran yang membutuhkan.
Jawabannya bisa ya bisa juga tidak. Karena amalan tergantung niatnya. Jika niatnya ingin mengekspos kegiatan sosial nan peduli wong cilik, maka orang-orang yang melihat pasti langsung tahu.
Jawabannya bisa ya bisa juga tidak. Karena amalan tergantung niatnya. Jika niatnya ingin mengekspos kegiatan sosial nan peduli wong cilik, maka orang-orang yang melihat pasti langsung tahu.
Demikian pula jika niatnya memang murni karena rasa iba yang dimiliki menyaksikan kesulitan hidup saudara-saudara kurang beruntung di luar sana. Terlebih pada masa pandemi Covid-19 seperti dua tahun belakangan ini.
Cara Agar Niat Baik Terlaksana dengan Semestinya
Kadang belum tentu maksud baik yang diniatkan ditanggapi baik juga oleh orang yang mengetahuinya. Namun ada hal-hal yang bisa dilakukan jika ingin memberi tanpa merendahkan orang yang disantuni.
Berikut caranya:
1. Tidak usah didokumentasikan sekalian
Kalau memang ingin memberikan sesuatu sebagai bantuan kepada mereka yang membutuhkan, coba jauhkan kamera dari kegiatan Anda, bisa tidak. Jangan khawatir tidak di-unggah di media sosial, justru tangkapan kamera foto yang diambil secara candid, tanpa sepengetahuan Anda, jauh lebih dahsyat efek positifnya ketimbang yang serasa syuting film.
Apalagi di zaman keterbukaan seperti ini, orang-orang sudah bosan disuguhkan pemandangan serah terima bantuan yang terlalu di-blow up sana sini. Maka jika Anda mampu menunjukkan ketulusan yang alamiah, pastinya hal itu menjadi kesan tersendiri.
2. Menampakkan kepedulian
Ketika mengunjungi panti asuhan, misalnya. Coba ajak mereka bincang-bincang dari hati ke hati. Tidak usah menggelar acara laksana pertemuan formal. Cukup ngobrol sambil mengelus-elus kepala si anak yatim.
Momen baik seperti itu jika ada yang memotret secara diam-diam, hasilnya luar biasa dibandingkan membuat kegiatan seperti sosialisasi. Poin pentingnya Anda fokus saja ke niat semula yaitu menyantuni anak-anak yatim piatu di panti asuhan. Soal ekspos dan dokumentasi sebaiknya mengalir saja.
3. Seperti bertemu saudara atau keluarga
Memberi tanpa merendahkan bisa dilakukan jika Anda memperlakukan kaum ekolem (ekonomi lemah) seperti bertemu saudara yang jarang bersua, atau kepada keluarga.
Pastinya orang yang dibantu dapat merasakan kedekatan dengan Anda, merasa diperhatikan, lebih dihargai, dan tidak ada jarang yang terlalu jomplang antara si pemberi dengan si penerima.
4. Jangan datang saat perlu saja
Musim kampanye atau program pengabdian masyarakat, baru turun ke lapangan, ke kantong-kantong miskin kota, kaum yang termarginalkan seperti sekolah luar biasa, dan lain-lain.
Ada baiknya membuat program jangka panjang, dengan kunjungan beberapa kali dalam setahun atau rutin beberapa bulan sekali ketemu dengan orang-orang yang dibantu. Sehingga sedikit banyak ada keterikatan emosional dengan mereka, dan Anda tidak ditandai ada udang di balik batu, dengan datang karena ada maunya saja.
5. Jangan tampilkan wajah mereka
Berada di bawah garis kemiskinan saja sudah malu, apalagi diunggah ke media sosial wajah sedih, lesu, dan tanpa harapan dari si fakir miskin yang diberi bantuan. Diharapkan meskipun difoto dan divideokan untuk kepentingan dokumentasi, jangan lupa mem-blurkan wajah-wajah sendu tersebut.
Lindungi hak privasi mereka sebab siapapun dia jika ditanya pasti enggan jika di-upload dalam kondisi menyedihkan. Mereka ada yang punya akun media sosial juga lho, entah anak-anaknya pasti risih jika melihat foto keluarganya "sedang dikasihani" oleh seorang tokoh dermawan.
Kesimpulan
Demikian artikel saya kali ini, yang bertajuk memberi tanpa merendahkan. Semoga kita semua dapat mengamalkan kebaikan, tanpa harus disebarluaskan ke mana-mana.
Toh Allah SWT sang Maha Mengetahui akan mengumumkan dengan cara-Nya sendiri. Bahwa seseorang adalah orang yang ringan tangan dalam membagikan rezekinya, karena ia memahami sekali bahwa di dalam rezeki yang dititipkan kepadanya ada sebagian rezeki anak-anak yatim dan fakir miskin.
Sampai jumpa di artikel lainnya ya, terima kasih.
Salam,
Saya beberapa kali menerima titipan bantuan sosial baik dari perorangan maupun lembaga yang harus saya salurkan pada mereka yang membutuhkan
BalasHapusNah, untuk keperluan bukti kegiatan dan laporan maka harus ada dokumentasinya
Biasanya saya ijin lebih dulu pada penerimanya dan sebisa mungkin bukan mengambil foto ala-ala selfie yang mengekspos penerimanya secara berlebihan
Jadi, gak selamanya foto2 itu buat pamer
Memang dibutuhkan untuk laporan, kak
Kalau yang begini gak apa2 Mbak,, orang2 juga bisa membedakan mana yang emang buat laporan mana yang cuma utk gegayaan hehe
HapusKonsep charity memang dibutuhkan sebagai makhluk sosial karena manusia memang saling melengkapi, memberi tanpa merendahkan inspirasi
BalasHapusNomer empat ini yang selalu berusaha saya terapkan. Jangan sampai orang merasa kita menghubungi, menyapa atau bersilaturahmi karena ada butuhnya saja. Semoga kita bisa dijauhkan dari sifat ria pujian saat membantu orang lain, aamiin
BalasHapusIya benar. Saat berbagi baiknya jangan menampakkan diri. Saya dulu punya komunitas berbagi yang alhamdulillah mau dengan ketentuan "jangan menyebarkan di medsos". Saya juga berpendapat bahwa menunjukkan foto penerima dan pemberi punya efek bumerang yaitu perasaan direndahkan.
BalasHapus