Makna Toleransi Di Era Revolusi Industri
Makna Toleransi
Menurut bahasa, makna toleransi adalah sikap saling menghormati dan menghargai antarkelompok atau antarindividu baik di dalam masyarakat maupun di dalam lingkup yang lain. Toleransi berasal dari bahasa latin yaitu tolerare yang berarti sabar dan menahan diri.
Menurut Kemendiknas (2010), toleransi adalah sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
Kondisi umum yang ditemui di saat sekarang ini adalah lemahnya kemampuan bernalar dengan baik, mudah dipengaruhi berita palsu (hoaks), sikap-sikap intoleran, mudah menuduh pihak lain terpapar radikalisme, dan terorisme.
Maka memahami makna toleransi adalah bagian dari kemampuan bernalar dengan baik. Menyaring terlebih dahulu setiap informasi yang bersliweran di dunia maya, khususnya media sosial.
Landasan Hukum Toleransi
Toleransi memiliki landasan hukum di Indonesia yang tercantum di dalam Bab X Undang-Undang Dasar 1945 tentang Hak Asasi Manusia. Bagaimana bunyi pasalnya?
- Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
- Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat dilihat bahwa setiap orang wajib menghormati HAM orang lain, hak untuk menjalankan kebebasannya dengan pembatasan yang dibuat oleh undang-undang. Pihak mana pun tidak bisa melakukan pelarangan pada pihak lain selama yang dilakukan tidak menabrak ketentuan undang-undang, nilai-nilai moral, agama, keamanan, dan ketertiban umum di masyarakat.
Toleransi yang Salah Arti
Adakah
toleransi yang salah arti? Ada. Saat suatu pihak berusaha memaksakan
makna toleransi versinya sendiri kepada pihak lainnya, di sanalah
toleransi kehilangan makna sebenarnya. Pihak yang menerabas batas
tersebut berupaya mengaburkan makna toleransi dengan meredefinisinya
menjadi pengertian yang disesuaikan dengan kepentingan politisnya.
Toleransi
yang salah arti ini dikenal juga dengan toleransi yang salah kaprah.
Menimbulkan pertanyaan di benak setiap orang, benarkah yang dimaksud
adalah makna toleransi? Ini toleransi atau telor nasi?
Contoh Toleransi yang Salah Kaprah
Si
A beragama X, namun karena "toleransinya" kepada temannya B yang
beragama Y maka dengan senang hati ia turut serta menjalankan proses
ritual agama lain. Menurutnya itulah toleransi. Dengan menyenangkan hati
temannya yang sedang menjalankan tradisi religi, ia telah menjadi orang
yang toleran.
Si
A menjalankan toleransi yang salah kaprah. Alih-alih menerapkan
toleransi, ia bisa dikatakan "telornasi" artinya bersikap konyol karena
tidak punya pendirian. Mencampuradukkan ajaran agama, meski dalam
konteks yang berbeda, dikenal juga ajaran agama yang mencampuradukkan
berbagai macam agama, namun yang dilakukan A merupakan bentuk
ketidakmampuan berpikir dengan baik. Sehingga ia menyalahartikan
toleransi.
Contoh Lainnya
Pada
suatu sekolah menengah negeri, seorang kepala sekolah memanggil
siswinya yang mengenakan hijab. Dengan alasan keseragaman berdasarkan
aturan berpakaian di sekolah, siswi tersebut diminta melepas hijabnya
dan berpakaian sebagaimana teman-temannya siswi lain yang tidak
berpakaian muslimah. Jika tidak bersedia maka siswi tersebut
dipersilakan mencari sekolah lain saja.
Kejadian
di atas tentu bukan satu dua kasus tetapi banyak tak terhitung.
Syukurnya terjadi di zaman baheula. Di era semaraknya semangat berhijab
seperti sekarang ini tentu sudah jarang terdengar. Maka sangat
mengherankan jika yang demikian kembali terjadi di masa kini. Ada? Masih
ada. Justru pihak yang melarang pemakaian jilbab itulah yang intoleran.
Ia tak bisa menghargai prinsip dan keyakinan orang dalam menjalankan
kewajiban agamanya.
Wujud toleransi antarumat beragama / Radar Utara |
Makna Toleransi di Era Revolusi Industri
Revolusi industri 4.0 secara fundamental mengakibatkan perubahan cara berpikir manusia, cara hidup, cara berinteraksi antara satu dengan yang lainnya. Era ini mendisrupsi berbagai aktivitas manusia di berbagai bidang, tidak sebatas di bidang teknologi saja tetapi hampir di keseluruhan bidang seperti ekonomi, sosial, dan politik.
Maraknya kemajuan pesat teknologi informasi di era Revolusi Industri ini menggeser perilaku masyarakat. Cara bertransportasi, cara bekerja, cara memandang sesuatu, termasuk dalam memaknai toleransi.
Mudahnya mengakses internet memiliki dampak negatif berupa mudah pula menyebarkan hoaks ke media-media sosial. Inilah yang mesti diluruskan untuk terhindar dari polarisasi dan perpecahan di kalangan warganet.
Sebenarnya makna toleransi tidak berubah dari definisi asalnya yaitu saling menghargai perbedaan. Meski zaman mengalami perubahan, justru sikap toleransi menjadi penting untuk selalu dimiliki setiap orang, generasi apapun itu.
Mencari Kesamaan di Tengah Perbedaan
Toleransi di era Revolusi Industri 4.0 fokus pada kemajuan teknologi yang seiring pula dengan pengembangan SDM. Era menyiapkan daya saing unggul. Semua orang berpacu untuk menjadi yang terbaik di bidangnya masing-masing. Mengoptimalkan penggunaan teknologi informasi yang memudahkan pencapaian target-target kerja didukung pula kualitas manusianya.
Maka mestinya penyebaran hoaks tidak lagi menjadi jualan pihak tertentu sebab semua orang sudah disibukkan dengan agenda perbaikan diri dan rencana-rencana peningkatan kompetensi. Tiap orang berupaya mencari kesamaan di tengah perbedaan untuk mencapai tujuan bersama, kualitas pendidikan yang baik, tingkat ekonomi yang baik, dan lain-lain yang meningkat dari sebelumnya.
Memandang Indonesia tidak lagi secara parsial, namun sebagai satu rumah besar, yang meskipun berbeda, terdiri dari beragam suku, agama, ras, namun disatukan oleh satu visi besar, mewujudkan masyarakat adil dan makmur sebagaimana yang tercantum di dalam konstitusi negara.
Kesimpulan
Makna toleransi di era Revolusi Industri 4.0 berhubungan dengan pesatnya kemajuan teknologi dan kualitas sumber daya manusia. Sejatinya toleransi tetap berarti sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama,
suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari
dirinya.
Semakin tinggi kualitas manusianya, diharapkan semakin dewasa pula cara berpikirnya, semakin baik kemampuan bernalarnya, caranya memandang perbedaan, caranya memfilter setiap informasi yang diterima.
Salam,
Saya merasa tidak semua orang punya mental yang sama majunya ketika menghadapi Revolusi Industri.
BalasHapusSebagian orang masih belum mengoptimalkan penggunaan teknologi unik membuka cara berpikir. Akibatnya kesulitan untuk memahami perbedaan itu juga masih tetap ada. Kesulitan untuk hidup beranekaragam itu yang menyulitkan toleransi meskipun sudah memasuki Revolusi Industri 4.0.
Iya Mbak Vicky... ini jadi PR bersama, di sinilah tanggung jawab pendidikan, menyadarkan orang untuk mengakui keanekaragaman
HapusMakna toleransi memang ruwet sekarang ini.
BalasHapusSeperti yang mba Mia bilang, lebih menonjol makna yang salah kaprahnya.
Padahal toleransi yg bener juga tak kalah banyak, tapi orang lebih suka menebar isu yang salah kaprahnya.
Semua berlomba-lomba mengklaim dirinya lebih pancasilais, dan menunjuk kelompok agama kurang rasa nasionalismenya. Padahal sila pertama Pancasila justru menyeru kita untuk beragama dengan baik dan benar
HapusSetuju banget Mba, kadang makna toleransi itu kebablasan, saking semangatnya toleransi, sampai perbedaan agama misalnya, jadi tanpa batas :D
BalasHapusSebijaknyalah kita bisa lebih memahami makna dari toleransi itu sendiri, dan memulainya dari diri kita sendiri, tidak saling menuduh, tapi lebih intropeksi diri, agar perlahan tercipta makna toleransi yang lebih indah :)
Kalau semua saling menjaga jari dan mulut dan gak sembarang lewati batas, intoleran gak akan hidup ya Mba
HapusYes, makna toleransi memang berbeda bagi setiap hari. Saya suka baca bagian toleransi yang salah kaprah. Begitu pun pemahaman saya.
BalasHapusTulisannya BuDos mantap dan bernas.
BalasHapusOh iya, sebenarnya saya mengharapkan contoh intoleransi yang bersifat politis karena disebut sebelumnya. Hihihi
Tajam dan mengena sekali kak Mia.
BalasHapusSuka sekali dengan closing statement di akhir tulisan ini.
Semakin tinggi kualitas berfikir menentukan semakin ketat seseorang memfilter informasi.
Kalo dikaitkan dengan metode hadits, maka semakin teliti pula kita melihat informasi (sanadnya)
Mba aku bingung untuk memaknai toleransi mengucapkan selamat hari raya atau tidak kadang hal itu menjadi sesuatu yang panjang untuk dibahas sedangkan saya pada posisi minim ilmu dan pengetahuan.
BalasHapusSaya nih jujur masih suka telornasi kak, karena yang dihadapi bukan sahabat tapi orang terdekat. Hihihi pun setiap mudik bukan pas lebaran melainkan desember karena disitu baru pada meluangkan waktu lib ur. Tapi ya sebisa mungkin tidak melakukan batas yang dilarang agama harusnya aman ya kak
BalasHapusKalau dulu kehidupan itu kayaknya damai ya, gak se bergejolak sekarang. Semoga kondisi ini segera berlalu.
BalasHapusSaya suka suasana toleransi zaman saya kanak2 dulu sampai sebelum era reformasi...dulu tidak ada pembicaraan mempersoalkan perbedaan..., tidak ada pembicaraan mempersoalkan simbol2... bisa menjalankan satu keyakinan tanpa mempersoalkan cara yang berbeda..... damai rasanya...semoga toleransi di zaman now segera menemukan jalannya ..
BalasHapusSemakin maju teknologi kalo manusianya kurang pemahaman maka makna toleransi bakalan salah kaprah kak..
BalasHapusKalo dulu di PPKn dijelaskan bahwa toleransi itu membiarkan /menghormati orang beragama lain untuk beribadah. Kalo sekarang dianggap gak bertoleransi kalo gak beribadah bareng.
iya ya mba, di era revolusi industri 4.0 yang semua orang pegang gadget dan berinteraksi di dunia maya, jadi memudahkan penyebaran hoax sama isu kebencian, ini nih yang jadi salah satu pemicu intoleransi jadinya
BalasHapussyukurnya di daerahku, toleransi tetap terjaga, masih banyak kok yang bisa memilah mana yang perlu di toleransi dan yang tidak perlu di toleransi tanpa harus baper.
BalasHapusSeperti diingatkan kembali ya kak, aapalagi lagi musim-musimnya mau pilkada gini. Kesatuan tetap jadi acuan yang pertama meskipun berkelompok kelompok, harusnya kita tidak membedakan sosial.
BalasHapuskedewasaan berpikir dan bertindak sepatutnya dimiliki setia individu dalam menyikapi era revolusi industri 4.0, mengingat pesatnya arus informasi dan teknologi, butuh filter diri yg kuat..
BalasHapusBenar Mbak Mia, semakin berkualitas manusia mestinya makin tinggi kemampuan berpikir dan bernalarnya sehingga bisa menghargai perbedaan pun menyaring informasi yang diterima. Ulasan yang menarik tentang makna toleransi
BalasHapustulisan orang 'hukum' banget ini ya. lengkap. bertoleransi di masa lalu sebetulnya simple2 aja. entah mengapa di amsa kini jadi dibuat rumit.
BalasHapusdisaat orang sudah maju dengan kemajuan teknolog, fokus berkarir malah di indonesia masih aja ada orang yang kurang toleransi dan masih sara padahal kita ini Indonesia harus fokus jangan iri bilang bos atau mengurangi rasa toleransi
BalasHapusAih.. iya, di zaman teknologi yang berkembang pesat seperti sekarang, pemahaman terkait toleransi pun ngaruh banget. Di satu sisi, mudah sekali terjadi kesalahpahaman terkait toleransi. Di sisi lain, harusnya kita pun jadi bisa memahami makna toleransi dengan adanya kemudahan akses teknologi.
BalasHapusKemajuan teknologi ternyata tidak seiring sejalan dengan kedewasaan dalam berpikir dan bertindak ya mbak, akhirnya toleransi ya gini-gini aja. Banyak yg bablas juga. Btw ini bahasan berat, pas banget baca tengah malam di saat mata mulai kriyep-kriyep wkwkwkwk
BalasHapusAku setuju dengan toleransi beragam yang salah kaprah itu. Tapi masih banyak yang pemahamannya seperti itu sekarang ini. Artikel yang menarik untuk didiskusikan ini.
BalasHapusAku sepakat mbak soal toleransi di tengah perkembangan teknologi ini. Misalnya aja sekarang kita mau share pendapat atau opini dengan mudahnya via sosial media. Tentu ada banyak banget pandangan yang ada. kalau ga ada toleransi, yang ada konflik terus deh ga selesai selesai antar netijen.
BalasHapus