BPJS Mematuhi Putusan MA Atau Dicap Pungutan Ilegal
Pada tanggal 27
Februari 2020 lalu, Mahkamah Agung Republik Indonesia (MARI) menjatuhkan putusan pembatalannya dalam
Perkara Nomor 7 P/HUM/2020 tentang
Perkara Hak Uji Materiil terhadap Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun
2019 tentang perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun
2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Menurut infonya, pasal yang dimohonkan pembatalannya adalah Pasal 34 ayat (1) dan (2) yang diajukan pembatalannya oleh KPDCI (Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia).
Menurut infonya, pasal yang dimohonkan pembatalannya adalah Pasal 34 ayat (1) dan (2) yang diajukan pembatalannya oleh KPDCI (Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia).
Mahkamah Agung Republik Indonesia |
Apa yang dimaksud
dengan JR atau hak uji materil? Menurut PERMA No. 1 tahun 2004 pasal 1 ayat
(1), yang dimaksud dengan hak uji materiil adalah “hak mahkamah agung untuk
menilai materi muatan peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang
terhadap peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Putusan
MA ini tentunya disambut baik oleh seluruh masyarakat Indonesia mengingat
kondisi perekonomian rakyat yang sedang tidak menentu, menambah beban pengeluaran
dengan kenaikan seratus persen iuran BPJS. Pasal-pasal yang dibatalkan tersebut
adalah sebagai berikut:
Pasal 34 ayat (1): iuran bagi peserta
PBPU dan Peserta BP yaitu sebesar:
a.
Rp 42.000,00 (empat puluh dua ribu
rupiah) per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas
III
b.
Rp 110.000,00 (seratus sepuluh ribu
rupiah) per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas
II; atau
c.
Rp 160.000,00 (seratus enam puluh ribu rupiah)
per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I
Ayat
(2): Besaran iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mulai berlaku pada
tanggal 1 Januari 2020.
Secara teori, menurut Gustav Radbruch, peraturan
perundang-undangan yang baik adalah peraturan yang memiliki tiga tujuan ideal dari hukum, yaitu kepastian hukum,
keadilan dan kemanfaatan hukum.
Apakah bisa suatu peraturan mengandung ketiganya? Bisa saja namun peraturan demikian sudah pasti langka didapati, terlebih di masa sekarang ini.
Perpres Nomor 75 Tahun 2019 jelas mengandung kepastian hukum sebab menjadi payung hukum bagi pemerintah dalam menyesuaikan harga iuran BPJS dengan alasan meningkatkan kualitas dan kesinambungan layanan jaminan kesehatan.
Apakah bisa suatu peraturan mengandung ketiganya? Bisa saja namun peraturan demikian sudah pasti langka didapati, terlebih di masa sekarang ini.
Perpres Nomor 75 Tahun 2019 jelas mengandung kepastian hukum sebab menjadi payung hukum bagi pemerintah dalam menyesuaikan harga iuran BPJS dengan alasan meningkatkan kualitas dan kesinambungan layanan jaminan kesehatan.
Apakah
peraturan perundang-undangan tersebut dirasakan adil bagi masyarakat? Belum
tentu. Justru hal inilah yang mendasari diajukannya judicial review (JR) terhadap pasal-pasal terkait.
Apakah keberadaaan Perpres No, 75 Tahun 2019 ini memberikan kemanfaatan hukum? Jelas ya, sebab masyarakat akan terus menerus menerima manfaat dari perbaikan kualitas layanan dari penyelenggaran jaminan kesehatan nasional.
Apakah keberadaaan Perpres No, 75 Tahun 2019 ini memberikan kemanfaatan hukum? Jelas ya, sebab masyarakat akan terus menerus menerima manfaat dari perbaikan kualitas layanan dari penyelenggaran jaminan kesehatan nasional.
Di sisi lain dengan
membayarkan kenaikan iuran sebesar seratus persen apakah hal ini memberikan
kemanfaatan bagi kesejahteraan masyarakat? Jawabannya lebih banyak keluhan
sebagaimana yang kita baca di linimasa media-media sosial.
Bahkan sebagian merasa sudah saatnya memutuskan pembayaran premi dengan BPJS, tidak ingin melanjutkan lagi menjadi peserta sebab merasakan beratnya pembayaran premi.
MA sendiri tidak
sembarangan memutuskan pembatalan Perpres Nomor 75 Tahun 2019 itu. Ada berbagai
aspek pertimbangan yang wajib diperhatikan dalam memutus suatu perkara, yaitu,
aspek sosiologis, aspek keadilan dan aspek hukum itu sendiri.
Aspek sosiologis terkait erat dengan kondisi riil masyarakat yang sangat tergantung pada layanan cuci darah, misalnya. Jika dinaikkan pasti hal ini menambah kesulitan pasien cuci darah yang selama ini sudah direpotkan dengan penyakit ginjalnya.
Ditinjau dari aspek
hukumnya sendiri, perpres ini tidak sejalan dengan jiwa dan semangat UUD 1945
yang kewajibannya adalah menanggung fakir miskin dan anak-anak terlantar sebagaimana
diatur dalam Pasal 34 ayat (1).
Akibat hukumnya maka dengan ketok palu pembatalannya, sejak tanggal jatuhnya putusan, maka Perpres No. 75 Tahun 2019 dianggap tidak berlaku lagi dan kembali merujuk pada Perpres yang lama yaitu Perpres No. 82 Tahun 2018. Sehingga besaran iuran BPJS yang harus dibayarkan peserta kembali ke iuran sebelumnya.
Akibat hukumnya maka dengan ketok palu pembatalannya, sejak tanggal jatuhnya putusan, maka Perpres No. 75 Tahun 2019 dianggap tidak berlaku lagi dan kembali merujuk pada Perpres yang lama yaitu Perpres No. 82 Tahun 2018. Sehingga besaran iuran BPJS yang harus dibayarkan peserta kembali ke iuran sebelumnya.
Pertanyaan yang kerap dilontarkan masyarakat awam, lalu mengapa BPJS belum juga
menaati putusan MA? Hal ini dikembalikan lagi kepada ranah internal BPJS
sendiri. Benar bahwa putusan MA yang dikeluarkan per 27 Februari 2020 tidak berlaku surut.
Berarti peserta BPJS masih diminta melaksanakan kewajibannya hingga tanggal diberlakukannya putusan pembatalan tersebut. MA tidak mengatur hal teknis mengenai refund dan sebagainya, namun yang pasti apakah BPJS masih relevan jika berpegangan pada perpres yang tidak berlaku lagi?
Di satu sisi harus dimaklumi pula masalah internal yang dihadapi BPJS soal defisit yang ditanggung karena besaran yang dibayarkan peserta sebenarnya terlalu kecil. Beberapa pengamat menyimpulkan bahwa hal ini mungkin disebabkan tidak optimalnya riset tentang berapa sesungguhnya besaran premi yang layak dibayarkan peserta agar BPJS sendiri tidak merugi.
Belum lagi banyaknya peserta yang menunggak, tidak sebanding dengan yang melakukan klaim asuransi. Andaikata terjadi hal yang tidak diinginkan pada BPJS, kebangkrutan contohnya, bukankah rakyat Indonesia juga yang terdampak.
Belum lagi banyaknya peserta yang menunggak, tidak sebanding dengan yang melakukan klaim asuransi. Andaikata terjadi hal yang tidak diinginkan pada BPJS, kebangkrutan contohnya, bukankah rakyat Indonesia juga yang terdampak.
Tentunya BPJS enggan dicap melakukan
pungutan ilegal, bukan. Sebab sudah semestinya BPJS sebagai badan usaha milik negara mendukung penuh tegaknya supremasi hukum. Menjaga semangat menjadikan hukum sebagai panglima di negeri ini.
Maka cepat atau lambat, tinggal menunggu waktu, BPJS diharapkan mematuhi putusan MA tersebut. Meskipun wacana terkini, ada upaya BPJS mengajukan penundaan pelaksanaan putusan MA dengan dalih dana BPJS banyak dialokasikan menalangi pasien Covid-19.
Maka cepat atau lambat, tinggal menunggu waktu, BPJS diharapkan mematuhi putusan MA tersebut. Meskipun wacana terkini, ada upaya BPJS mengajukan penundaan pelaksanaan putusan MA dengan dalih dana BPJS banyak dialokasikan menalangi pasien Covid-19.
Referensi:
1. Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2020
2. Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2019
3. https://finansial.bisnis.com/read/20200322/215/1216570/ma-batalkan-kenaikan-iuran-bpjs-kesehatan-iuran-belum-berubah
4. https://nasional.kompas.com/read/2020/03/13/10512481/putusan-ma-soal-bpjs-kesehatan-batal-naik-100-persen-hingga-tak-atur-skema?page=2
Kalau aku sih ambil kesimpulannya BPJS masih menunggu instruksi selanjutnya. Walaupun MK ngetuk palu, tak serta merta iurannya jadi turun. Kan semua perlu proses, hehe
BalasHapusMalah ada berita menyatakan BPJS belum mendapat salinan keputusan MK. Hayo gimana tuh��
Putusan jatuh 27 Februari, hari ini saja sudah 15 April, masa' sih tim ahlinya BPJS belum bisa melakukan upaya apapun. Salinan putusan bukan alasan. Berita terupdate, BPJS mohon penundaan regulasi karena alasan Covid-19
HapusAku BPJS ngikut aja sih perhitungan dari mereka harus bayar berapa. Aku mikirnya aku bayar agar orang lain/ pas keluargaku yang sakit bisa terbantu dengan uang bpjs yang kami setorkan setiap bulan. Ya meski ga ada orang yang mau sakit juga sih.
BalasHapusSyukur kalau gak masalah Mbak, berarti mbaknya bukan orang yg merasa keberatan dengan iuran yg baru. Permohonan ini diajukan oleh saudara2 kita pasien cuci darah
HapusAku sejujurnya gak setuju dengan kenaikan BPJS sampai 100% seandainya perlu dinaikkan ya mbok jangan segitulah karena perekonomian masyarakat kita tak sama ditambah ada pandemi corona begini makanya senang banget pas dengar suara rakyat dikabulkan lewat keputusan MA tentang pembatalan kenaikan BPJS.
BalasHapusKabarnya emang BPJS merugi karena iuran yang lama terlalu murah
HapusKalau buat ak sih ikut aja berapa bayarnya. Tapi memang sih rada kaget klo hampir 100%.
BalasHapusTapi kita selalu berdoa ga pernah sakit, jadi biaya yang kita bayarkan bisa membantu yang lebih membutuhkan ��
Sistem gotong royong yaa
HapusKaget banget pas denger bakal naik hampir 100% walaupun masih sanggup bayarnya tapi kalo yg punya keluarga dengan 3 anak mungkin bakal kesulitan. Pokoknya selalu jaha pola makan dan gaya hidup untuk mencegah sakit ya
BalasHapusIyepp, secara kl sakit biayanya lebih mahal dari pada buat mencegah
Hapusiya nih kemaren kaget banget pas naiknya 100%, dan agak keteteran karena mamahku punya 4 anggota keluarga huhuhu, kemaren kemaren seneng pas katanya turun lagi ya
BalasHapusPutusan MA menurunkan lagi tp belum dilaksanakan ama BPJS nya
Hapusberat banget ya rasanya kalau 100 persen apalagi buat orang kek aku.. ya Allah
BalasHapusJadi, balik ke tarif semula itu belum berlaku ya? Aku yang April ini lupa bayar. Sengaja juga sih nggak pakai yang autodebit untuk bpjs ini.
BalasHapusSaya bersyukur karena iuran BPJS ditanggung oleh tempat kerja saya. Tapi disisi lain saya ngerasain betapa makin beratnya yang harus dibayarkan oleh mereka-mereka para pemegang kartu BPJS mandiri.
BalasHapusAkhirnya gagal naik jg ya. Apalagi masa krisis gini. Kerjaan pada berantakan gimana coba bayar BPJS mandiri kl kelas 1 di rumah ada 6 orang
BalasHapusalhamdulilah ya kembali ke awal lagi mba, ini membantu banget karena kebanyakan yang mandiri bayar bpjs ya masyarakat dari kalangan menengah ke bawah, yang atas biasanya pakai bpjs perusahaan atau malah ikut asuransi swasta kan ya.
BalasHapusterus terang aku sedih ketika BPJS naik kemarin. aku mungkin alhamdulillah enggak terlalu merasakan dampaknya (efek dipotong langsung sama kantor suami, dan aku ga tau juga berapanya). tapi aku sedih ketika melihat di medsos beberapa teman yang mengeluhkan dan memutuskan untuk tidak lagi menggunakan BPJS.
BalasHapusSemoga aja keputusan MA ini bisa dijalankan dengan baik
Sempat pada galau juga beberapa pengguna BPJS ya ketika ada isu-isu kenaikan kemarin. Hmm,saya memang tidak menggunakan BPJS ini tapi memang seharusnya lebih memudahkan lah untuk masyarakat. Mau mengutip berlebihan sudah pasti cocok dicap sebagai pungli.
BalasHapusSedih banget, orang-orang terdekatku merasakan banget dampak kenaikan BPJS kemarin. Aku cuman bisa berharap, semoga keputusan MA ini bisa dijalankan dengan baik.
BalasHapusJadi belum ada kepastian ya naik apa nggaknya nunggu dari MK?Apa karena ada pandemi ini ya jadi belum segera diinfokan.
BalasHapusApapun hasilnya semoga keputusannya baik untuk semua pihak.
Iya nih bener. Kalo yang bayarnya buat diri sendiri aja sih mungkin gak keberatan. Kalo yang bayarin buat keluarga juga? Bisa buat belanja kebutuhan hidup lho itu uangnya. Kalo emang dibatalin alhamdulillah. Tapi ya semoga aja ada jalan keluar buat BPJS. Biar tetap bisa membantu masyarakat lebih baik lagi.
BalasHapusAku masih belum ngerti banget sama BPJS. Karena masih masih dibayarin kantor suami, makanya gimana kabar BPJS belum ngerti banget. Semoga dengan revisi yang dilakukan, bisa manfaat buat yang lain.
BalasHapusSaat dengar info iuran BPJS Kesehatan naik cukup kaget juga, duh kasian sm masyarakat yang mengandalkan BPJS buat berobat tapi penghasilannya pas-pasan.
BalasHapusKalau aku kebetulan ada tunjangan dr kantor jadi gak terlalu berpengaruh, semoga hasil putusan ini bisa menjadi putusan yang terbaik, baik itu bagi BPJS dan juga bagi para peserta JKN-KIS .
Mudah2an lebih baik lagi aja ya BPJS Kesehatan ini. aamiin
BalasHapus