Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Berbagi Pengalaman Mengasuh Anak


Saat Si Montok yang Dibangga-banggakan itu Step

Waktu itu putri sulung kami, Nafila Zahra atau biasa kami sapa Rara, masih berusia delapan bulan. Sejak kelahirannya Rara telah menjadi idola keluarga besar. Dari pihak ayahnya, Rara memang cucu ke-18, namun keponakan yang sudah besar semuanya membuat Rara menjadi rebutan untuk diajak main dan digendong. 

Di pihak keluarga saya, bahkan sejak dalam kandungan Rara telah menjadi primadona. Sebab saya anak sulung dari lima bersaudara, adik-adik saya tak sabar ingin segera momong keponakannya. Terlebih ayah dan ibu saya yang rindu sekali menyandang status sebagai kakek-nenek. Atok dan Nenek, Rara memanggilnya.

pengalaman mendidik anak
Dapat foto dari adik saya, tantenya anak-anak

Bukan sekali dua orang tua saya datang ke rumah secara mendadak sambil membawa baju baru dan mainan untuk Rara. Terutama ibu saya yang mengatakan mudah sekali kangen sama cucu pertama yang berkulit cerah, berpipi tembam dan bertubuh gempal ini. Rara benar-benar telah mencuri hati hampir semua anggota keluarga kami. Bayi yang lucu dan menggemaskan.

Lalu terjadilah kejadian itu, 24 Agustus 2006. Sejak dini hari suhu badan Rara sudah hangat. Saya dan suami berusaha menurunkan panas badannya dengan mengompres dahi Rara menggunakan air dingin. Sesuai anjuran kakak ipar saya yang kebetulan seorang dokter kepala puskesmas. 

Sebenarnya dua hari sebelumnya saya sudah membaca tabloid tumbuh kembang anak yang mengangkat topik bahasan tentang cara menurunkan panas demam pada anak, salah satunya dengan mengompres menggunakan air hangat. Air dengan suhu tubuh tak jauh beda dengan suhu tubuh anak saat itu.

Obat penurun panas juga telah diberikan, namun antibiotik belum saya suapkan mengingat setelah itu Rara minta ASI dan langsung tidur dengan pulasnya. Subuhnya saya membangunkan suami sebab memegang kaki Rara sedingin es, sementara keningnya, punggungnya, ketiaknya semua hangat sekali. Hati saya mulai tak tenang. 

Saya menangis saat menyaksikan tubuh mungil buah hati saya yang biasanya ceria dan menjadi pujaan setiap orang, menggigil, matanya memejam dan giginya merapat. Ya Rabb, apakah ini saatnya kami kehilangan amanah-Mu… itulah yang berkelebat di benak saya sambil tangis terus terisak-isak.

Tak butuh waktu lama, saya dan suami langsung melarikan Rara ke IGD RS terdekat dari rumah. Di sana suster menatalaksana sesuai SOP rumah sakit. Nadi si gempal kesayangan dipasangi jarum infus, ya Allah tak kuat hati melihat darah daging kami itu menjerit kesakitan. Saya berulang kali menyalahkan diri sendiri, menganggap diri tidak becus menjadi new mom

Saatnya Memasrahkan Diri Kepada Yang Maha Berkehendak

Suami menguatkan, sembari merangkul saya, menyediakan dadanya untuk saya bersandar. Setelah Rara ditangani dokter -kata dokter Rara step atau kejang demam- dan ia bisa tenang tertidur, kami beranjak ke musala RS. Di sana saya sujud dengan lama, menumpahkan segala kegalauan yang ada. Memasrahkan urusan ini kepada Allah SWT, Sang Maha Berkehendak atas segala sesuatu.

Ke manakah semua bacaan tentang cara mendidik anak saya selama ini? Klipingan koran atau artikel majalah tentang cara menjaga kesehatan anak, termasuk menghadapi situasi gawat darurat pada anak. Buyar, hilang, semuanya lenyap tak berbekas. Dikalahkan kepanikan luar biasa. 

Sebagai ibu beranak satu waktu itu, saya ingin semuanya berjalan sempurna untuk anak saya. Dan peristiwa step-nya Rara menjadi semacam bukti bahwa tidak ada yang sempurna di dunia ini. Rara yang disukai semua orang, mungkin selama ini ada terselip rasa bangga di hati saya. Padahal semuanya berasal dari Allah SWT.

Saya beristighfar berkali-kali. Astaghfirullahal ‘azhim… ampuni hamba ya Rabb jika titipan-Mu ini menyebabkan hamba bersikap berlebihan. Meski kejadian ini telah berlangsung kurang lebih 14 tahun yang lalu, dan Rara kini tumbuh menjadi gadis remaja yang sedang sibuk nyantri di sebuah pesantren di kota kami, kejadian ini takkan hilang dari memori saya dan suami.


Pengalaman mengasuh anak
Saya dan Si Sulung, Rara

Kejadian tak terlupakan yang mengajarkan banyak hal bagi kami. Bahwa manusia ini sejatinya tak mempunyai apa-apa. Bagaimanapun tetaplah menjadikan Allah SWT segala-galanya. Tempat berserah diri sepenuhnya, tempat bergantung, yang maha segalanya, Tuhan semesta alam. Pasangan hidup, anak-anak, kedudukan, harta benda adalah amanah untuk manusia. 

Andai Aku Jadi Anakku: "Umi Hanya Untukku"

Lain waktu saya pernah berpikir, bagaimana rasanya ya jika saya menjelma sejenak jadi anak dari seorang ibu bernama Mia. Sejak pagi saat bangun sudah melihat Umi sedang menyiapkan sarapan. Mengiris brambang, srenggggg… terdengar bunyi minyak goreng panas beradu dengan bawang merah. Menghasilkan bau khas yang mengundang selera makan.

Segera Umi bergegas meminta kami menyantap sarapan nasi goreng dengan telur dadar, ditemani ayah yang juga terbiasa makan pagi dahulu sebelum berangkat ke kantor. Umi juga menikmati makannya dengan mata bolak-balik memandang ke arah jam dinding. 

Kasihan Umi, semester ini ia lebih banyak masuk pagi pukul 7.30 WIB. Kampus tempat Umi mengajar sangat disiplin, petugas penegak disiplin bagaikan Raptor yang siap sedia mencatat jam masuk dosen setiap paginya.

Siang hari saat ku pulang dari sekolah, senang rasanya jika saat mengucapkan salam, yang terdengar adalah suara khas Umi tercinta. Keuntungan kalau Umi masuk pagi, maka pulangnya bisa lebih cepat. Jadi ketika aku sampai di rumah, Umi menyambutku dengan senyuman lembutnya. Ah bahagianya…

Ada juga saat-saatnya Umi belum pulang dari kampus. Umi mengabari via telepon kalau beliau ada rapat universitas. Janjian ketemu mahasiswa bimbingan skripsinya, atau melayani konsultasi akademik mahasiswa yang sedang mengurus KRS/KHS. Kalau sudah begini aku harus rela ditemani Nek Ta. Asisten Rumah Tangga yang baru tiga bulan dipekerjakan Umi dan Ayah di rumah kami.

Rasanya jadi kurang bergairah bila Umi tidak ada di rumah. Aku seperti kehilangan tempat berbagi cerita. Tentang Syifa temanku yang kini baikan lagi. Bu Guru yang opname di rumah sakit, dan sederet PR yang biasanya dikerjakan bareng Umi. 

Mungkin ini sebabnya Umi belum juga melanjutkan studinya ke jenjang doktor. Karena merasa masih sulit membagi waktu antara bekerja, mengurus empat anak, serta kuliah S3. Padahal Umi berpeluang besar menerima beasiswa dari negara, seperti waktu beliau S2 dahulu.

Ah Umi... andaikan aku boleh egois. Ingin rasanya kukuasai Umi sendirian. Maunya aku selalu ditemani Umi seharian. Umi punya aku, titik! Kata Umi, di kampus Umi juga punya anak-anak. Walaupun sudah gedhe-gedhe, tetapi dianggap anak juga sama beliau. 

Yup, mereka itu kakak-kakak mahasiswa dan mahasiswi. Yang suka menghubungi Umi minta ketemu buat bimbingan. Buat penulisan tugas akhirlah, bimbingan akademik dan sebagainya.


Cerita Umi tentang Kampusnya


Umi pernah cerita yang bikin aku ketakutan. Rekan sejawat Umi, sudah senior sih, ada yang dibunuh mahasiswanya sendiri. Hiyy… aku bergidik ngeri, bagaimana kalau Umiku yang mengalaminya. Ya Allah jangan sampai terjadi hal yang tidak-tidak pada Umiku, ya Rabb. 

Umi sering ngobrol kalau Umi sih memperlakukan kakak-kakak itu seperti teman sendiri. Jadi gak memberikan hukuman kayak anak-anak sepertiku di sekolah. Disetrap, dipukul jemarinya pakai penggaris. Masih ada lohh guruku yang seperti itu. Alhamdulillah kebetulan aku selalu on time mengumpulkan PR jadi gak pernah diberi sanksi begitu.

Nah, kata Umi, kakak mahasiswa yang berbuat salah itu tidak sabar tugasnya berkali-kali ditolak dosen. Trus suka datang telat juga dan suka ramai kalau tengah belajar di kelas. Sering ditegur juga oleh almarhumah, pernah dilempar pakai penghapus. 

Mungkin kakak tersebut malu dan akhirnya jadi dendam deh. Ironisnya mengapa ya dia merencanakannya tepat di momen hari pendidikan nasional. Seolah-olah itu jadi kado yang paling buruk bagi dunia pendidikan nasional.

Kakak tersebut kini harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di balik jeruji besi. Mestinya sebagai penuntut ilmu dia memiliki sikap yang sabar, respek kepada pengajar, dan pantang menyerah, serta tak mudah merasa lelah. Renungkanlah nasehat Imam Syafi’i, “Berlelah-lelahlah, manisnya hidup baru terasa setelah lelah berjuang”. 

Umi juga sharing kalau dosen pembimbing Umi saat menempuh pendidikan S2 dulu juga rada sulit ditemui orangnya. Sebenar-sebentar keluar kota, keluar negeri dan berbagai macam kesibukan lainnya sebagai profesor. Namun apakah Umi marah dengan semua itu? Apakah Umi dendam sebab draf tesis Umi habis dicorat-coret?

Justru Umi menganggap pada coretan itulah butiran ilmu didapati. Umi dipacu untuk membaca dan terus membaca, lalu menuliskan pokok-pokok pikiran ilmu pengetahuan dengan lebih baik lagi. Jangan menyerah pada keadaan, jangan menyalahkan pihak manapun. 

Alhamdulillah Umi menyelesaikan program magisternya lebih cepat dari waktu yang seharusnya, dengan predikat summa cumlaude pula. Namun Umi tidak serta merta berbangga hati. Sebab pencapaian akademik Umi mesti seimbang pula dengan pencapaian nilai-nilai pelajaranku di sekolah.

Umi Adalah Guru Terbaikku


Umi bilang, untuk apa punya umi yang superpintar kalau anaknya ternyata malah sebaliknya. Maka aku pun berusaha menyukai pelajaran yang tadinya aku benci. Di rumah pembagian tugas mengajarku, ayah sebagai guru Matematika. Dan Umi semua mata pelajaran selain MM itu. Karena kata ayah, beliau cuma menyukai pelajaran berhitung itu saja, hehe. Ya iyalah, ayah lulusan fakultas teknik. 

Umi jadi guru bahasa Inggris, bahasa Indonesia, Alquran dan pelajaran tematik lainnya. Aku selalu bersemangat kalau Umi yang mengajar. Umi suka menyelipkan lelucon kalau bikin contoh-contoh pelajaran. Aku suka sekali.

Sudah lama sebenarnya aku memohon pada Umi agar diperbolehkan tidak berangkat ke sekolah lagi alias belajar di rumah saja. Hal ini karena Umi sering cerita juga tentang anak temannya yang mengikuti homeschooling. Tapi Umi belum mengabulkan. Padahal aku tertarik sekali kalau Umi yang menjadi guruku. 

Umi itu sahabatku. Ke mana-mana selain ke kampus, Umi pasti mengajakku. Tempat favorit kami adalah perpustakaan daerah (pusda). kalau ke pusda, kami suka lupa waktu. Sampai ayah seringkali menelepon meminta kami untuk segera pulang, sebab adikku yang kecil butuh asuhan tangan Umi.

Kalau dipikir-pikir tanggung jawab Umi sangatlah besar. Selain mengurusi kami, juga dituntut profesional melaksanakan profesinya. Saat ditanya, “Apa gak capek Mi, setiap hari berjibaku terus antara rumah-kampus-rumah?” 

Umi tersenyum dan membacakan kisah berikut: Sebagaimana Imam Ahmad yang ditanya oleh sahabatnya karena terlihat sangat bersemangat dan tidak mengenal lelah dalam menuntut ilmu, 

“Kapankah engkau akan beristirahat? “dan beliau menjawab dengan mantap, “Nanti, istirahatku ketika kakiku telah menapak di surga.” 
Kata Umi, kita semuanya baru merasa tenang kalau sudah berhasil masuk ke jannah-Nya.

Aku maklum mengapa tak bisa sekolah di rumah seperti anak-anak yang diceritakan Umi. Umi kan masih aktif bekerja di perguruan tingginya. Umi hanya punya waktu kalau beliau sedang tidak ada jadwal mengajar. 

Tugas dosen kan bukan hanya mengajar, tetapi Tri Darma Perguruan Tinggi (pendidikan dan pengajaran, penelitian, pengabdian masyarakat). Umi pernah mengeluh juga kalau profesinya sedikit tidak bersahabat dengan ibu empat anak seperti dirinya. 


Pengalaman mengasuh anak
Keempat anak Umi dan tahun lahirnya
(4R >> Rara, Royyan, Ririn, Rausyan)

Sebab aku tahu betul, jauh di dalam hati Umi inginnya senantiasa membersamaiku. Umi, semoga Allah SWT melindungi Umi ya, baik di kampus, di perjalanan dan sampai berada di rumah kembali bersama kami ya. Kami semua menyayangi Umi. Amat sangat mencintai.

Epilog

Saya tersentak dari lamunan singkat mengenai anak ketiga yang belakangan ini kerap ditemui goresan penanya. Ririn, 9 tahun, putri ketiga kami, dikaruniai kelebihan dalam mengekspresikan isi hatinya. Beberapa kali tak sengaja saat membereskan kamarnya, saya menjumpai helai demi helai kertas berisikan keinginannya untuk belajar di rumah.

Dia tampaknya jenuh dengan rutinitas sekolah, dan mungkin sedang ada masalah dengan teman sebangkunya. Entah karena diamini langit, belakangan seiring merebaknya wabah virus pandemi Covid-19, sekolah-sekolah mulai meliburkan siswanya. Termasuk Ririn. 

Maka jadilah kami belajar bersama di rumah, tak hanya main sekolah-sekolahan seperti biasa tetapi jadi sekolah betulan selama dua minggu ini. Andai aku jadi anakku, pastilah ingin selalu terus-menerus menatap wajah ibunda terkasih.

Dari pengalaman saya di atas, bisa diambil hikmah sebagai berikut:


1. Sebaiknya tidak terlalu perfeksionis menerapkan metode pengasuhan tertentu pada anak. Saat mengasuh anak sulung dulu saya begitu takut sekali anak kekurangan gizi dan vitamin. 

Akhirnya putri saya cenderung berbadan gemuk sampai akhirnya ia mengalami step. Meski tidak selalu step itu dihubungkan dengan kegemukan, kondisi demikian tidak selalu baik bagi anak-anak. Jauh lebih penting dari semua itu adalah anak sehat, tetap lincah dan ceria dalam beraktivitas sehari-harinya.

2. Berusaha untuk tidak panik dan tetaplah berpikir jernih jika terjadi situasi darurat pada anak. Terus terang sampai sekarang pun saya masih belajar untuk keep calm namun sigap mengambil tindakan andai anak jatuh terluka mengeluarkan darah atau tiba-tiba demam.

3. Menanamkan dalam hati bahwa anak-anak adalah titipan Allah SWT yang mesti dijaga sebaik-baiknya. Tidak ada wewenang manusia untuk berbangga diri pada sesuatu yang sejatinya bukanlah miliknya.

4. Sebagai ibu yang juga blogger parenting, bagaimanapun sibuknya tetap menyadari kalau tugas mendidik anak adalah tanggung jawab orang tua. Guru-guru di sekolah mereka itu hanya membantu meringankan tugas ayah dan ibu.

Demikian berbagi pengalaman mengasuh anak, jika pembaca ingin menambahkan pengalamannya, ditunggu di kolom komentar ya... terima kasih.

pengalaman mendidik anak
Saya dan kedua anak gadis


 ***

NURHILMIYAH, SH., MH lahir di kota Tanjungbalai, Sumatera Utara pada namun besar di kota Medan sejak usia 41 hari (kata orang tua saya). Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Medan. Menamatkan S1 dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, dan S2 dari Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan. 

Penulis lulus seleksi menjadi dosen sejak 01-01-2005 hingga saat ini. Penulis juga aktif mengikuti hibah-hibah penelitian, baik internal maupun Dikti. Penulis merupakan istri dari Fadli Azhari, ST dan ibu dari Nafila Zahra (14 tahun), Faqih Ahmad Royyan (12 tahun), Nisrin Huwaida (9 tahun) dan Faid Ahmad Rausyan (2,5 tahun). 

Buku yang pernah diterbitkan adalah; Hukum Perdata (2020), Hukum Dagang dan Bisnis (2020), Catatan Kecil Seputar Hukum Di Indonesia (2016), Pengalaman Mengajar Tak Terlupakan (2017), Dosen Menulis: Menggugah Semangat Berkarya Akademisi (2017). Aku, Buku, Dan Peradaban (2018), Kapita Selekta Pendidikan Di Indonesia (2018), Jalinan Hingga Ke Surga (2018). 1001 Wajah Ibu (2018), Motivasi Mengajar (2019). The Amazing Traveling (2019), My Hijab My Journey (2019). Kau Selalu Punya Alasan Untuk Bahagia (2019), Fauna Bercerita (2019), Cerita dan Celoteh Anak (2020). Reformasi Kebijakan Haluan Negara: Antara Realita dan Cita-Cita (2020). 

Penulis bisa dihubungi melalui surel hilmia81@gmail.com.








121 komentar untuk "Berbagi Pengalaman Mengasuh Anak"

  1. wah kerenn.. suka ini baca masalah parenting.

    BalasHapus
  2. Iya banget yaa mak. Ngurus anak tuh ga bisa emang harus perfect. Gimana pun pasti adaaa aja yang kurangnya. Tapi, selama kita udah usahain semaksimal kita. Bismillah aja ipeh mah, yakin kalau hasilnya akan selalu baik untuk anak. #lovebanget sama tulisannya. Mengalir dan bikin haru

    BalasHapus
    Balasan
    1. Apapun yang dilakukan ibu, insyaallah itu sudah yg terbaik ya

      Hapus
    2. Betul, Mak. Karena kita sebagai Ibu pasti pengen yang terbaik buat anak.

      Hapus
  3. Terkadang, membaca terlalu banyak teori membuat kita justru "ketakutan". Takut tidak sempurna dan salah menangani anak. Padahal, nobody perfect dan terkadang menurunkan sedikit standar merupakan hal yang terbaik, bagi ibu dan anak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Itulah yang saya alami 14 tahun yang lalu, Kak. Kalau sekarang saya relatif lebih santai dalam menerapkan pengasuhan pada anak

      Hapus
  4. Wah, bayi yang gemuk dan lucu itu sekarang sudah menjelma jadi gadis yang cantik. Saya belum memiliki momongan tetapi tertarik tentang bagaimana pola pengasuhan anak. Terima kasih sudah berbagi pengalaman :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. makasih Mbak Yustrini semoga ada pelajaran yang diambil yaa

      Hapus
  5. Semua orang tua, tentu ingin memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya. Namun dibalik itu tidak ada orang tua yang sempurna. Jadi kesalahan yang pernah terjadi akan jadi pelajaran yang akan terus diingat.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bener Mbak...makanya meskipun udah lama, terekam jelass

      Hapus
  6. Langsung kaget saya kak baca si anak step, sehat-sehat terus ya selanjutnya jangan sedih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Peristiwa belasan tahun lalu itu Pak. Aamiinn

      Hapus
  7. Ini pembelajaran bagi para ibu yang pertama kali menjadi ibu. Usahakan jangan panik kalau anak-anak kita mengalami hal-hal yang tak diinginkan, Usahakan setenang mungkin untuk menghadapi permasalahan apabila menghadapi sakit.

    BalasHapus
  8. Setiap orang tua pasti punya cara terbaik masing-masing menurut mereka. Semoga kita menjadi orang tua terbaik bagi anak-anak ya, Bun. Sebab sejatinya kesempurnaan hanyalah milik Allah Swt

    BalasHapus
  9. Iya mba Mia, ngga bisa (dan nggak perlu) menerapkan pola pengasuhan perfeksionis kepada anak seperti saran2 ahli. Contoh paling sederhana di kami misalnya, saat anak ngeyel, ya kami teriak memarahi dia. Padahal saran2 ahli tidak membolehkan orang tua membentak anak kan ya?

    :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. ala kita justru jauh lebih mengesankan bagi anak yaa Mas Ari

      Hapus
    2. Duh Mas Ari, aku pun jadi mamaksaurus sesekali sama si kakak yg umurnya bentar lagi 4 tahun. Aku tuh paling galak kalo urusan tidur siang dan makan. Huhuhu. Tapi sisanya aku fleksibel banget sama anak-anakku.

      Hapus
    3. harus gitu emang Uni... kalau mama saya dulu malah garang sekali, macam model Kak Ros nya Upin & Ipin

      Hapus
  10. Tulisan di Ririn kah kak?
    Mengharukan sekali memang membaca tulisan anak kita..
    Jangankan tulisan yang bagus seperti ini, tulisan yang berisi permintaan maaf anak kelas 1 SD aja kadang bikin nyesss banget di hati.. ❤️

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dasar idenya iya, diedit sana-sini ama uminya, hehe

      Hapus
    2. Berarti Ririn ini mirip banget kemampuan menulisnya seperti uminya ya kak.. semoga semakin terasah ya Ririn Sholihah . ❤️

      Hapus
  11. Bicara masalah Parenting tu luas banget ya mbak? Kaya nggak ada habis-habisnya. Setiap perkembangan anak memiliki trik dan tips dalam pengasuhannya. Thanks mbak sudah berbagi pengalaman.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sip, buat bekal Mbak Rohmah besok yahh kl married n punya anak2 hehe

      Hapus
  12. Rara, namanya sama dengan panggilan adik saya. Hehehe. Duh, kalo anak step itu separuh nyawa emak melayang yaaa Mba Mia. Aku aja tahu anak udah demam 39 saja sudah dagdigdug serrrrr. Apalagi kalo anak sampai step. Ya Allah.

    BalasHapus
  13. Hmm begitulah teh, kadang teori udah fasih tapi begitu dihadapkan dg kenyataan kerap zonk. Tetap tenang saat di depan mata anak mengalami step adalah hal yang saya rasa sulit.

    BalasHapus
  14. Sehat sehat selalu ya dek, buat mamanya tetap semangat selalu.

    BalasHapus
  15. Subhanallah, Keren banget Bu Dosen ini. Alhamdulillah bisa terus berkarya dan tetap seimbang menjalankan peran di rumah. Salut banget.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Insyaallah,, masih belajar terus kok ini Mbak Lia

      Hapus
  16. Hati ibu mana yang tak terluka melihat putri kesayangan sakit & dipasangi infus ya kak 🤗🤗🤗saya merasakan hal yang sama waktu keponakan sakit damn harus dirawat di rs

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga gak terulang lagi ya kan Mbak..huhuu...

      Hapus
  17. Betul sekali sebagai anak terkadang permintaannya sederhana hanya ingin ibunda tercinta ada disamping buah hati..salut mba bisa berkarya diluar sambil mendampingi buah hati tercinta

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sebenarnya selalu merasa punya "utang" pengasuhan sih sama anak2 ini Mbak

      Hapus
  18. Salut dengan Bu Dosen favorit saya. Berdedikasi untuk kampus dan keluarga. Semoga selalu sehat untuk mba Mia n klg

    BalasHapus
    Balasan
    1. Haishh Mba Dyah, akumah apa atuh... ini jg belajar teruss biar gak kalah dg anak2 yang digital native

      Hapus
  19. MasyaAllah, ilmunya bermanfaat bange buat saya yang masih belum pengalaman mengasuh anak
    Semoga sehat selalu Rara cantiiik ❤

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ada ilmunyakah Mbak? Alhamdulillah kl gitu hehe...

      aamiin

      Hapus
    2. Pengalamannya itu ilmu banget mbaa ❤

      Hapus
  20. Anak biasanya aktif ceria tetiba sakit, pasti itu membuat para orang tua terutama sang ibu sedih.
    Tetap semangat mba, kalau ibu nya semangat dan berjuang,tentu anak juga terawat dengan baik saat sakit.

    Karena jika sang ibu terlalu berlarut sedih, biasanya pasti kurang konsentrasi.
    Sehingga anak juga ikutan murung

    BalasHapus
  21. Setiap orang tua pasti merasakan kecemasan yang sama ya Mba. Juga ingin menjaga buah hati dengan sebaik-baiknya. Tetapi memang benar. Semua hanya titipan. Hanya kepada sang pemilik hidup kita pasrahkan semua.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semua memang milik-Nya Mbak kita ketitipan dan harus amanah ya

      Hapus
  22. Umi Mia...masyaAllah bener ya jangan panik karena panik ga menyelesaikan masalah malah anak ikutan panik
    Terima kasih remindernya Umi..

    BalasHapus
  23. Ngomongin jasa seorang ibu emang ngak ada habisnya kak. Ibu saya orang yang suka merepet untuk kebaikan, slalu perhatian terhadap keluarganya. Apalagi kalo saya lagi sakit langsung panik cari obat, dan setiap ibu saya terbangun ia langsung bergegas masak untuk anak anaknya. Cinta banget sama ibu ibu yang sayang sama anaknya, sebab diluar sana banyak juga anak yang kurang beruntung kak :(.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Cass lah kitaaa... mamak-mamak Medan memang hobi merepet tp pasti itu untuk kebaikan anaknya yaa

      Hapus
  24. Cerita pengasuhan ini ya kk klo kita liat ketika ia besar jadi terasa beratnya perjuangan seorang ibu, nobody's perfect kk, yg penting kita tetaplah seorang ibu. Btw Salut sama kk mia punya anak 4 ngurusin sendiri tapi masih sanggup buat kuliah dan bekerja mengejar cita2 :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. huhuu kok auto-terharu ya baca komen Iid ini

      Hapus
  25. aku salfook, gemes banget itu bayinya. Ya Allah, mau dong cium cium pipinya yang gembul haha. emang ngurus anak itu mudah-mudah susah. apalagi kalo lagi tantrum duh, yampun pengen menghilang rasanya haha.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Itu yg pingin diuwel-uwel baby nya gak rewel samsek lohh Mbak Steffi. Anaknya santai aja gak cengeng hehe

      Hapus
    2. ih sukaa sama anak begini, mau jadi anakku gak? hahahaha. masyaallah seneng sama bayi-bayi yang gak rewelan yang ngerawaat juga happy hehe.

      Hapus
    3. Ntar saingan sama anaknya Mba Steffi hihi

      Hapus
  26. Saya baca sampai biodata narasinya, keren prestasinya Mbak. Semoga bisa melanjutkan pendidikan ke S3 segera, tentu dengan tetap memberikan perhatian yang cukup untuk keluarga

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin... makasih supportnya ya Uda... pingin juga macam Uda yang udah doktor. Semoga niat saya kesampaian juga. Benar uda... sy istri dan ibu yg punya 4 anak, ingin lanjut sekolah gak tinggal lanjut aja. Ada suami dan anak2 yg dipikirin. Hrs adil juga sama keluarga. Semoga Allah memudahkan. Aamiin yra

      Hapus
  27. Weewww rara sudahh besar... Makinn cantikkk kakk..

    Terharu sama storynya.

    Belum punya anak. Penasaran juga apa sya bisa asuh anak seharian full..

    Pengen latian.. Eh eh eh. Wwkwk

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ehmmm skuyy ayahnya diumumkan dulu dong ke kita² #ehh

      Hihi

      Hapus
  28. seru banget kisah berbagi pengalaman mengasuh anak ya, apalagi sama ibu sendiri. Semoga dek Rara selalu sehat ya, kadang aku merasa ada beberapa perbedaan ya mengenai cara mengasuh anak ini dalam sisi orang tua kita dan kita yg udah d jaman millenial ini

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ortu dulu relatif lebih relax ya mbak,, gk kehausan ilmu kayak moms zaman now, cmiiw

      Hapus
  29. Kak miaa una mewek ihh baca artikel ini, yang bagian andai aku jadi anak dari seorang Mia,
    Sepanjang baca walau aku konsen sama cerita kakak, ingatan ku melayang sama apa yang dilakukan umiku dari aku kecil sampai kami semua bisa sarjana,
    Sampe akhirnya umiku sakit sekarang, aku jadi baby sitter beliau tetap aja gabisa balas huhuhu,
    Makasih sharing mewek ini bu doos

    BalasHapus
    Balasan
    1. Barakallah semoga anak2 kk pun nantinya bisa sesalehah Una yaa... bisa tetap ngeblog sambil jaga umi. sehat selalu Uminya Una

      Hapus
  30. Pertama aku suka banget lihat photo anak-anaknya gemas banget. Anak yang cenderung step pasti membuat orang tua panik... Asalkan di tangani dengan benar, semoga anak-anaknya selalu sehat dan menggemaskan

    BalasHapus
  31. Keren Mbak Mia..banyak hikmah dari ceritanya, setuju ga perlu perfeksionis dalam pengasuhan ya..yang ada akan ada korbannya, anak kita sendiri. Lebih baik disesuaikan dengan tipe anak dan tetap bersandar pada Allah SWT pemilik amanah ini

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya ya Mbak Dian.. every child is unique yahh

      Hapus
  32. Kalau dijabanin semua metode pengasuhan bisa liuer ya kak kata orang Sunda, 😁

    BalasHapus
  33. Salut Mbak, walaupun berkarier, hubungan keluarga tetap hangat. Salut ke suami yang pastinya mendukung sepenuhnya yah. Alhamdulillah...Semoga sehat dan sukses...

    BalasHapus
  34. Sehat terus ya, adek Rara... Semoga jarang sakit ya, Nak. Sedia selalu obat penuru panas, semoga selalu dilindungi Allah cah ayu :) cucu pertama itu sahabatnya ibu kita, mereka akan dekat sekali :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bener banget Mbak... dulu hampir setiap hari ibu saya datang ke rumah, bawain macem2, ya baju barulah, buah, mainan... seolah kami berdua suami istri gak bs beliin hehe

      Hapus
  35. Memang mengenai pengasuhan anak itu serupa dengan seni.. ga ada pakemnya tapi ada pola yang menarik dan berbeda dari masing2 anak.. tinggal kita sebagai ortu yg bijak dlaam menerapkan pengetahuan yg kita pahami

    BalasHapus
  36. Benar mbak, wajar jika orangtua baru panik jika lihat anaknya sakit. Juga biasanya lebih khawatiran dan perfeksionis. Yang penting anak sehat dan bahagia ya mbak

    BalasHapus
  37. Wah ga kebayang kalo anak sampe step. Pasti resahnya minta ampun. Aq aja, anak cuma demam, ga seceria biasanya udah nelongso rasanya huhuhu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah anak sulung aja Mbak, 234 dijaga betul demamnya

      Hapus
  38. Jaman anak pertama dulu aku juga perfeksionis banget, Mbak, sampai akhirnya aku belajar setelah kelahiran anak kedua. Saat kita lebih rileks dan lebih menerima bahwa diri ini tidak mungkin sempurna, semuanya jadi lebih ringan dan bahagia.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mba Damar... setiap anak beda2 ya treatment nya

      Hapus
  39. wah.. kak mia..keren keren.. baca tulisan begini membuat awak benar2 belajar dan merasakan apa yg kak mia jalani itu berat dibutuhkan disiplin dan usaha yg exstra..smoga kak mia terus menginspirasi kami2 yg masih blajar ini..hehehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama2 belajar kita ya Dika... dr adek2 kk pun kk belajar, tetap semangat meniru yang lebih muda hehe

      Hapus
  40. Wah nggak bisa bayangin saat anak step ya mbak, saya jga punya anak 1,5 tahun soalnya dan kalau lagi sakit sediiih sekali bawaannya tu. Sekarang sudah gede ya, Alhamdulillah semoga selalu sehat

    BalasHapus
    Balasan
    1. Masih terus ingat walaupun orangnya udah jadi anak gadis nih Mbak...hehe

      Hapus
  41. Sudah kayak kakak adik ya sama Rara hehe. Semoga Rara sehat terus dan makin solehah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyes dong Bg Sani,, palagi kami banyak dibilang orang mirip, hihi....

      Hapus
  42. Belajar mendidik anak dari berbagai sumber dan menerapkan sesuai perkembangan psikologis dan biologi akan menjadikan "mereka" hidup lebih indah. Anak hebat dari didikan Orangtua hebat yang hebat karena hadir pada waktu yang tepat.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya,, ada fase-fasenya ya Pak... sesuai tahapan tumbuh kembang anak

      Hapus
  43. “Berlelah-lelahlah, manisnya hidup baru terasa setelah lelah berjuang”. <<< Aku suka dengan kalimat ini dan memang benar terjadi dalam hidupku. Dan aku pegang prinsip, ibu adalah sekolah pertama anak2nya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mbak,, soalnya sering melihat contoh juga banyak yg patah arang ketika diuji lelah ini

      Hapus
  44. noted banget mba ini untuk pengalaman mengasuh anak...keep sharing and writing ya mba, karena dengan berbagi pengalaman kayak gini, bisa jadi cerita tersendiri bagi yg sedang otw untuk mengurus anak di suatu waktu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sebenarnya dengan menuliskan kisah step Rara dulu ini saya jadi semacam healing buat saya, huhuu

      Hapus
  45. Setiap anak berbeda-beda dalam hal pengasuhannya ya mbak. Ibu dapat berbagai cara untuk mendidik anaknya dan tetap bersabar serta rendah hati dalam mengasuh anak ya kk.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul Kak Arda... rendah hati perlu sekali, sebab yang kita bangg2kan itu sebenarnya bukan milik kita

      Hapus
  46. Memang ya mba. Jadi ibu itu ya rumit bin pelik. Banyak artikel yang dibaca namun terkadang untuk menerapkannya agak sulit. Namun terlepas dari semua itu bahwa kita sebagai anak dan sebagai ibu pastilah dalam posisi yang berbeda. Namun berkaca dari posisi kita sebagai anak yaa sejatinya seperti itulah anak ingin diperlakukan.Yang apenting tetap semangat ya mba

    BalasHapus
    Balasan
    1. DIbilang susah ternyata gampil, dibilang gampang ternyata sulit hehe

      Hapus
  47. Walau belum punya anak (dan belum bekeluarga juga) aku suka baca tips2 parenting kayak gini. Satu hal yang selalu aku oelajari bahwa anak-anak itu adalah titipan Allah. Maka jagalah dia sehabis yang kamu mampu. 😢

    BalasHapus
  48. Masya Allah....pengalaman menghadapi anak yang sakit, demam tinggi itu sesuatu kali ya mi...

    BalasHapus
  49. Kebayang kak menghadapi anak yang lagi step. Serasa kaki ini nggak bisa menapak ke lantai. Semoga kita terus berusaha untuk jadi ibu yg baik untuk anak2 kita. Nggak harus sempurna, cukup lakukan semaksimalnya. Makasi remindernya kak Mia.

    BalasHapus
  50. Ilmunya sangat berguna sekali buat aku nanti, memangsih semua orang tua, tentu ingin memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya termasuk ibuku yang ingn memberikan aku sesuatu yang paling baik.

    BalasHapus
  51. Terima kasih atas sharing pengalamannya, Mbak. Saya juga punya anak balita. Memang kalau demam itu yang saya takutkan adalah step atau kejang. Semoga anak kita selalu diberikan kesehatan kedepannya ya. Jadi ibu memang butuh belajar seumur hidup.

    BalasHapus
  52. Serajin dan sebanyak apapun kita baca artikel dan ilmu parenting, kayaknya kalo lihat anak sakit pasti langsung patah hati dan panik luar biasa ya, bun. I feel you. Tetap semangat, bund.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bener banget Mbak Richa... thanks empatinya

      Hapus
  53. Banyak sekali jejak bukumu mba Mia...
    Salut...

    Saya juga kalo anak sakit, gak bisa tidur sebelum suhu badannya normal.
    Semoga anak-anak selalu jadi anak berbakti dan soleh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya betul, anak ke 234 kl demam kami terus jagai sampai normal kembali

      Hapus
  54. Aduh mbaa aku nangis sesenggukan baca ini hiks hiks. Jadi ingat anak bayi umur 8 hari juga masuk nicu karena nggak gerak sama sekali. Akupun sama nyalahin diri sendiri nggak becus..

    Kita memang bisa mengusahkan yang terbaik, tapi ternyata Allah tahu yang paling baik ya mba. Sudah gede-gede dan makin keliatan potensinya ya anak-anaknya mba sekarang :) MasyaAllah tabarakallah :)

    BalasHapus
  55. Saya bisa merasakan sedih, khawatir, juga merasa bersalah campur aduk melihat kondisi anak yang sedang kesakitan. Semoga anak- anak sehat dan salihah ya, Mbak..

    BalasHapus
  56. mungkin ini kali ya kak, yang dinamakan sabar seumur hidup karena harus mendidik dan merawat titipa dari Allah.. saya sendiri belum menikah tapi doakan semoga saya cepat menikah dan punya anak hehe

    BalasHapus
  57. Masya Allah Mbak, anaknya cantik-cantik. Ririnnya nulis juga Mbak?

    Doa anak kecil yang shalihah didengar Allah ya, jadi terkabul untuk belajar di rumah.

    Itu serem amat murid yang ngebunuh gurunya Mbak? Muridnya cowok? Naudzubillahimindzaalik ya.

    BalasHapus

Pesan dimoderasi, terima kasih telah meninggalkan komentar yang santun. Sebab bisa jadi Anda dinilai dari komentar yang Anda ketikkan.