Pengalaman Lulus CPNS
Artikel ini merekam pengalaman lulus CPNS yang saya lalui pada tahun 2004 silam. Kalau ingat zaman saya ikut ujian Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS), rasanya lucu untuk dikenang. Mengingat betapa heboh dan culunnya saya yang fresh graduate menghadapi ujian masuk kerja saat itu. Seperti mau UMPTN saja. Kalau sekarang SBMPTN ya namanya.
Saya membeli buku soal-soal tes CPNS dan membahasnya hampir setiap hari di rumah. Kebetulan begitu tamat kuliah, sempat mencoba tes cakim (calon hakim) namun gagal, hehe. Jadi atas saran ibu, saya menerima tawaran bekerja di salah satu instansi sebagai staf honorer, sembari menunggu ujian cakim periode berikutnya dibuka kembali.
Masa Persiapan Mengikuti Ujian CPNS
Saya membeli buku soal-soal tes CPNS dan membahasnya hampir setiap hari di rumah. Kebetulan begitu tamat kuliah, sempat mencoba tes cakim (calon hakim) namun gagal, hehe. Jadi atas saran ibu, saya menerima tawaran bekerja di salah satu instansi sebagai staf honorer, sembari menunggu ujian cakim periode berikutnya dibuka kembali.
Hari-hari selama setahun itu saya isi dengan bekerja sebaik-baiknya. Bangun di pagi hari dengan bersemangat, membantu ibu sebisanya sebab kantor berada lumayan jauh dari rumah dan saya nebeng mobil ayah ke kantor, hihi. Saya diperbantukan di bagian kepegawaian yang tugasnya banyak.
Sepulang bekerja saya belajar soal-soal lagi, latihan mengerjakan soal Matematika Dasar, Bahasa Inggris dan pengetahuan umum yang menjadi konten Tes Kemampuan Dasar. Selain membantu ibu dan latihan soal, sesekali saya sempatkan hadir di pengajian remaja masjid yang dulu saat SMA menjadi aktivitas saya.
Sepulang bekerja saya belajar soal-soal lagi, latihan mengerjakan soal Matematika Dasar, Bahasa Inggris dan pengetahuan umum yang menjadi konten Tes Kemampuan Dasar. Selain membantu ibu dan latihan soal, sesekali saya sempatkan hadir di pengajian remaja masjid yang dulu saat SMA menjadi aktivitas saya.
Waktu itu tahun 2004 suksesi pemerintahan baru saja berganti. Semangat birokrasi yang bersih dan bebas KKN digaungkan di mana-mana. Berbeda sekali seperti tahun-tahun sebelumnya yang rasanya serba tertutup. Melihat satu persatu wajah para pendaftar saya membaca optimisme. Ya, mereka-mereka inilah nanti yang akan mengisi formasi di instansi-instansi pemerintahan negeri ini.
Semua berkas saya susun di atas meja ruang tamu rumah. Memastikan bahwa tidak ada yang terlewat. Saya urutkan satu per satu sesuai ketentuan. Tak lupa saya lebihkan beberapa helai materai, pas foto dan kertas, mana tahu besok diperlukan tiba-tiba. Lem stik dan berapa kebutuhan ATK sudah stand by di tempat pensil.
Selain membahas soal-soal terdahulu, printilan ujian pun sebaiknya lengkap semua, jangan sampai ketinggalan atau malah gak bawa sama sekali. Meminjam punya peserta ujian lainnya bukan jadi pilihan sebab selain mengganggu, mata pengawas ujian jadi fokus memerhatikan kita, haha.
Semua berkas saya susun di atas meja ruang tamu rumah. Memastikan bahwa tidak ada yang terlewat. Saya urutkan satu per satu sesuai ketentuan. Tak lupa saya lebihkan beberapa helai materai, pas foto dan kertas, mana tahu besok diperlukan tiba-tiba. Lem stik dan berapa kebutuhan ATK sudah stand by di tempat pensil.
Selain membahas soal-soal terdahulu, printilan ujian pun sebaiknya lengkap semua, jangan sampai ketinggalan atau malah gak bawa sama sekali. Meminjam punya peserta ujian lainnya bukan jadi pilihan sebab selain mengganggu, mata pengawas ujian jadi fokus memerhatikan kita, haha.
Ilustrasi Ujian CPNS / MalangTimes |
Saat Mengikuti Ujian CPNS
Tibalah hari H-nya! Jreng...jrenggg... saya kebagian lokasi di Universitas Methodis Indonesia (UMI). Karena sejak bimbel masuk kuliah dulu sudah terbiasa kalau mau ujian, H-1 melihat tempatnya terlebih dahulu, maka kemarinnya saya sudah mendatangi kampus tersebut. Sebagai antisipasi juga sih kalau-kalau terlambat, gak repot masih harus mencari lagi ruangan ujiannya.
Saya berangkat tes CPNS pagi sekali. Sebelumnya saat salat subuh berjamaah di rumah bersama ayah, ibu dan adik-adik, ayah ngasih tausiyah. Bahwa kalau ikut ujian CPNS itu hanyalah salah satu ikhtiar semata dalam mendapatkan pekerjaan. Andaikan tidak lulus, jangan sampai kecewa, pastilah Allah telah menyiapkan opsi lain yang lebih cocok untuk saya. Kira-kira demikian nasehat ayah.
Demikian pula ibu, mengingatkan saya agar menjawab butir-butir soal dengan seteliti mungkin. Setiap nomor iringi dengan basmalah, kata beliau. Saya maklum deh mengapa ibu saya wejangannya sampai detail ya. Karena ibulah yang mendorong saya untuk jadi ASN. Ibu bilang kalau perempuan, dan nantinya akan menjadi ibu, profesi sebagai ASN itu cukup ramah keluarga dan sangat baik dilakoni.
Meskipun belasan tahun kemudian omongan ibu menjadi berkurang akurasinya. Sebab menjadi ASN zaman now sepertinya lebih banyak tanggung jawabnya ketimbang di zaman old. Saya save petuah ayah dan ibu. Sambil mencium tangan keduanya saya berangkat sendiri naik angkot. Gak bisa nebeng mobil ayah karena berbeda arah jauh sekali.
Saya sering membandingkan, lihat tuh Hotman Paris Hutapea, advokat kondang yang kaya raya. Sudah mencapai financial freedom kayaknya dia itu. Perkara yang ditanganinya gak habis-habis, dan dia pun hanya mau mengambil kasus-kasus kakap. Corporate law, business law, commercial law, company dispute resolution, dengan klien para pengusaha di negeri ini dan mancanegara. Bayarannya pun dengan dollar. Maka sebaiknya dari sekarang mesti menentukan pilihan ingin ahli di bidang hukum apa, demikian sering saya sampaikan ke para mahasiswa.
Kalau saya pribadi, menjadi ASN ini karena tanggung jawab pada orang tua. Melihat wajah cantik ibu saya yang bahagia sekali saat nama saya ada dalam barisan peserta yang lulus ujian CPNS, mata beliau berkaca-kaca, tak henti-hentinya melafazkan kesyukuran.
Oya, kalau mau mengintip wajah ibu saya, bisa klik di sini ya hehe Surat Untuk Kartiniku. Maka saya merasa "sedikit" bisa berbakti pada ibu. Beliau yang menikah dengan ayah saat mereka berdua masih kuliah. Amat sangat kerepotan sembari mengurus anak-anak, dan ibu saya berhasil meraih gelar sarjananya saat mengandung adik bungsu kami yang kelima!
Pernah saat saya membantunya di dapur, ibu yang kami sapa Mamak, bercerita. Kalau ia senang sekali melihat teman-teman akrabnya yang PNS. Tetap bisa mengurusi anak-anak, pagi-pagi menyiapkan sarapan lalu berseragam warna khaki dan berangkat ke kantor. Mamak tak menyesali larangan ayah saat beliau mengutarakan niatnya ikut tes CPNS zaman itu.
Ayah dengan pembawaannya yang lembut tetapi tegas, membujuk ibu agar jadi ibu rumah tangga saja. Kasihan kelima anak yang membutuhkan sosok ibu, menjaga "gawang" di rumah setiap harinya. Mamak yang meski karakternya lugas, cerewet dan ceplas-ceplos ternyata aslinya adalah seorang istri yang salehah.
Beliau ikhlas mengasuh kami di rumah, membatalkan niatnya menjadi birokrat seperti kawan-kawannya kuliah dulu. Mamak adalah ibu yang sukses, kelima anaknya sarjana semua, bisa berkuliah di PTN ternama negeri ini, UGM, UI, USU, UINSU, UNIMED dan tiga menyelesaikan S2 sambil bekerja (tidak dibiayai orang tua). Itu semua hasil asuhan tangan Mamak yang sangat peduli dengan pendidikan anak. Bagaimana Mamak mencamkan pentingnya sekolah pada kami anak-anaknya, saya pernah merekamnya di sini, Juara Satunya...
Satu lagi dulu pesan mamak, memang jadi PNS itu gajinya kecil. Tetapi jangan salah, meski gajinya kecil tetapi selalu berada di dalam kondisi "punya duit". Ini kata-kata mamak yang masih terngiang-ngiang sampai sekarang, "Udah diterima kau jadi PNS kan, insyaallah nanti kau akan punya duit terus, gak kek mamak yang harus nunggu ayahmu gajian dulu." Benar juga sih, selain gapok (gaji pokok), uang tunjangan yang diterima itu macam-macam. "Waspada", istilahnya, walaupun sedikit tapi ada, haha. Halal lho ya,, sesuai peraturan.
Waktu itu saya mendengarnya sambil ketawa-ketiwi, ah biasa... mamak ini kan orangnya humoris, periang dan hobi bergurau. Mana percaya saya beliau tak punya uang. Karena selain jadi IRT, setelah selesai masak dan mengurusi anak-anak, setiap pukul dua siang mamak pasti mengisi majelis taklim. Kurang lebih 25 forum pengajian ibu-ibu di kota Medan ini yang rutin mengundang beliau memberikan ceramah agamanya. Jamaah pengajian banyak yang suka karena mamak pandai menyelipkan canda dan topik bahasannya selalu tentang kerumahtanggaan. Yah,, mirip Mamah Dedeh gitulah.
Mamak orangnya tidak bisa diam, aktif dan selalu bersemangat, baik di ranah domestik maupun ranah publik. Tetapi beliau tidak menganggap aktivitasnya yang di ranah publik itu sebagai pekerjaan. Urusan agama ya dakwah lillahi ta'ala. Bukan seperti pegawai yang mengharapkan gaji.
Mamak bilang gajinya langsung Allah saja yang bayar, hehe... dikasih ya Alhamdulillah, tidak ya tak apa-apa. Maka walaupun punya uang dari mengajar sana-sini itu, mamak tidak menghitungnya sebagai penghasilan dari profesi. Terkadang disedekahkan kembali ke penyelenggara, untuk diteruskan ke anak-anak yatim, misalnya.
Kendati jadwal "manggung"nya padat apalagi kalau acara maulid dan isra' mi'raj Nabi Muhammad SAW, setiap hari beliau keluar rumah. Tapi kalau ditanya orang, jawabnya selalu ibu rumah tangga. Jamaahnya saja yang memanggilnya Mu'allimah. Ya, Mu'allimah Dra. Hj. Nur Aisyah.
Selain itu Mamak juga jadi reseller busana muslimah branded yang langsung dikirim temannya dari Bandung. Jadi ya gak heranlah kalau kenyataannya uang Mamak itu ada terus sebenarnya. Tapi demi disiplin manajemen keuangan rumah tangga, Mamak selektif memberi uang untuk kami. Kecuali untuk urusan pendidikan. Tidak pernah saya mengetahui uang SPP atau bayaran buku menunggak. Bagi Mamak itu hal nomor satu, yang berapapun pasti akan dibayarkannya.
Pernah kemanakan ayah heran melihat beliau, saking gesitnya dalam bekerja. Coba ibu mana yang punya anak lima kecil-kecil, mengajar plus berdagang juga, trus rumahnya tetap bersih dan rapi, gak punya ART, masakan selalu tersedia di meja makan.
Bukan satu dua macam (kayak anaknya --baca:saya-- gitu soalnya,, kalau sudah masak gulai ayam, ya sudah itu saja, wkwk. Masakan cuma lauk, sayur dan sambal, selesai). Mana bumbu diblender sendiri lagi, kalau anaknya mah gak sempat. Tumis bumbu beli jadi, guyur santan, siap, wkwk.
Masakan mamak bikin kangen orang serumah pingin cepat pulang. Pingin cepat-cepat buka tudung saji dan taraa... itu piring-piring disusun mirip kelopak bunga saking beraneka ragamnya. Sebab mamak ngerti banget kalau ada anak yang sukanya makan ayam kurang suka ikan, atau sukanya sayur tapi mesti brokoli, atau pingin sambal terasi tapi anak yang lain sukanya sambalado.
Belum lagi ayah yang picky eater, haha. Ayah pemilih sekali orangnya. Makan udang gak mau yang kecil-kecil karena mirip ulat pohon, katanya. Ikan goreng mestinya digoreng sampai kriuk padahal menurut mamak zat gizinya sudah hilang kalau garing seperti itu.
Belum lagi kalau lebaran, masa' bisa sih punya anak-anak kecil tapi tetap bisa buat kue-kue kering beraneka bentuk. Kue Dahlia, Putu kacang ijo, bangkit Penang, kembang loyang. Hari H-nya rendang, ketupat, sayur gori, sambal teri, kerupuk udang, Hwaa... jadi lapar saya. Dan, ganti gorden jangan dilupakan. Kue sudah lengkap, masakan lebaran tersedia.
Tirai-tirai jendela juga berubah, sprei sarung bantal harus rapi dan wangi, itu bunga-bunga plastik dicuci pakai sikat gigi yang sudah tidak dipakai. Maka jadilah hari raya kami sempurna luar dalam, atas dan bawah. Mamak... Mamak... luar biasa perjuangannya ya. Ah itulah seorang ibu, selalu menjadi andalan keluarganya.
Berbekal semangat dan motivasi dari Mamaklah, mindset saya kalau mengerjakan sesuatu itu harus bersungguh-sungguh. Seperti saat pemberkasan CPNS, kepangkatan dosen, sertifikasi dosen dan lain-lain, saya merasa selalu dilingkupi inspirasi dari Mamak. Hal ini agaknya menular juga ke adik-adik saya.
Saat adik yang nomor tiga mengikuti tes cakim, ia pun mengatakan sangat bersemangat sebab ingat kata-kata Mamak. Apalagi saat ia lulus dan jadi hakim seperti sekarang, itu semua dipersembahkan bagi ayah dan mamak, terutama mamak sang inspirator keluarga.
Maka saya langkahkan kaki ke lokasi ujian di hari H yang tak terlupakan. Rabu, 24 November 2004. Sesampainya di sana mobil-mobil peserta ujian sudah tersusun rapi di parkiran. Gila, ini yang ujian udah pada bermobil semua ya? Secara udah pada jadi dosen swasta duluan trus mau beralih jadi dosen ASN.
Lha saya, fresh graduate, pengalaman mengajar di kampus kan gak ada. Ada sih dulu pernah menggantikan teman mengajar siswa SMP dekat rumah. Atau memimpin rapat bidang organisasi di kampus dulu. Trus ngajarin ngaji teman-teman yang pingin mengkaji Alquran. Itu doang, wkwk.
Nah, ini melihat penampilan calon-calon saingan saya berebut kursi dosen ASN udah rapi jali sepatu pantofel berkilat yang laki-laki. Yang perempuan udah pakai blazer saja mirip eksekutif muda, make up superkece, high heel 5 senti, tak-tik-tuk suara langkahnya terdengar anggun berwibawa. Lha saya masih pake flat shoes ala mahasiswi. Gak kepikiran belanja sepatu dulu kek kalau mau ujian, ujian ya ujian aja wkwk.
Oya, formasi CPNS yang saya lamar sebelumnya adalah staf biro hukum Pemko Medan. Yang dibutuhkan dua orang, yang antre udah ratusan aja. Meski demikian tekad saya tetap bulat pingin ikut ujian. Sebenarnya sih saya gak milih-milih. Formasi apa saja yang penting lulus dan jadi PNS.
Antrean mengular di tengah matahari yang mulai terik, di stadion Teladan Medan. Tempat penerimaan berkas ujian CPNS 2004. Mungkin peminatnya sudah ribuan orang. Hufhh aneh, katanya jadi PNS itu gak enak, gajinya cukupan, kok orang-orang masih mau aja sih jadi PNS, demikian pikiran saya waktu itu.
Kalau saya kan karena menuruti pesan mamak, pingin anaknya lulus PNS. Ah, mungkin mereka juga demikian ya, seribu satu alasan yang kita tidak tahu dan juga tidak perlu usil untuk tahu. Setiap langkah yang diambil tentu ada landasan pikirnya.
Saya berangkat tes CPNS pagi sekali. Sebelumnya saat salat subuh berjamaah di rumah bersama ayah, ibu dan adik-adik, ayah ngasih tausiyah. Bahwa kalau ikut ujian CPNS itu hanyalah salah satu ikhtiar semata dalam mendapatkan pekerjaan. Andaikan tidak lulus, jangan sampai kecewa, pastilah Allah telah menyiapkan opsi lain yang lebih cocok untuk saya. Kira-kira demikian nasehat ayah.
Demikian pula ibu, mengingatkan saya agar menjawab butir-butir soal dengan seteliti mungkin. Setiap nomor iringi dengan basmalah, kata beliau. Saya maklum deh mengapa ibu saya wejangannya sampai detail ya. Karena ibulah yang mendorong saya untuk jadi ASN. Ibu bilang kalau perempuan, dan nantinya akan menjadi ibu, profesi sebagai ASN itu cukup ramah keluarga dan sangat baik dilakoni.
Meskipun belasan tahun kemudian omongan ibu menjadi berkurang akurasinya. Sebab menjadi ASN zaman now sepertinya lebih banyak tanggung jawabnya ketimbang di zaman old. Saya save petuah ayah dan ibu. Sambil mencium tangan keduanya saya berangkat sendiri naik angkot. Gak bisa nebeng mobil ayah karena berbeda arah jauh sekali.
Karena Motivasi Ibunda
Lima belas tahun berselang namun ingatan tentang ujian CPNS masih rapi di album memori saya. Mungkin karena sering saya ulang-ulang, jika mahasiswa bertanya bagaimana saya bisa jadi dosen ASN, saya tak segan-segan membaginya. Meski saya selalu menekankan, agar mereka lebih memilih jalur praktisi ketimbang teoritisi akademisi seperti saya ini.Saya sering membandingkan, lihat tuh Hotman Paris Hutapea, advokat kondang yang kaya raya. Sudah mencapai financial freedom kayaknya dia itu. Perkara yang ditanganinya gak habis-habis, dan dia pun hanya mau mengambil kasus-kasus kakap. Corporate law, business law, commercial law, company dispute resolution, dengan klien para pengusaha di negeri ini dan mancanegara. Bayarannya pun dengan dollar. Maka sebaiknya dari sekarang mesti menentukan pilihan ingin ahli di bidang hukum apa, demikian sering saya sampaikan ke para mahasiswa.
Kalau saya pribadi, menjadi ASN ini karena tanggung jawab pada orang tua. Melihat wajah cantik ibu saya yang bahagia sekali saat nama saya ada dalam barisan peserta yang lulus ujian CPNS, mata beliau berkaca-kaca, tak henti-hentinya melafazkan kesyukuran.
Oya, kalau mau mengintip wajah ibu saya, bisa klik di sini ya hehe Surat Untuk Kartiniku. Maka saya merasa "sedikit" bisa berbakti pada ibu. Beliau yang menikah dengan ayah saat mereka berdua masih kuliah. Amat sangat kerepotan sembari mengurus anak-anak, dan ibu saya berhasil meraih gelar sarjananya saat mengandung adik bungsu kami yang kelima!
Pernah saat saya membantunya di dapur, ibu yang kami sapa Mamak, bercerita. Kalau ia senang sekali melihat teman-teman akrabnya yang PNS. Tetap bisa mengurusi anak-anak, pagi-pagi menyiapkan sarapan lalu berseragam warna khaki dan berangkat ke kantor. Mamak tak menyesali larangan ayah saat beliau mengutarakan niatnya ikut tes CPNS zaman itu.
Ayah dengan pembawaannya yang lembut tetapi tegas, membujuk ibu agar jadi ibu rumah tangga saja. Kasihan kelima anak yang membutuhkan sosok ibu, menjaga "gawang" di rumah setiap harinya. Mamak yang meski karakternya lugas, cerewet dan ceplas-ceplos ternyata aslinya adalah seorang istri yang salehah.
Beliau ikhlas mengasuh kami di rumah, membatalkan niatnya menjadi birokrat seperti kawan-kawannya kuliah dulu. Mamak adalah ibu yang sukses, kelima anaknya sarjana semua, bisa berkuliah di PTN ternama negeri ini, UGM, UI, USU, UINSU, UNIMED dan tiga menyelesaikan S2 sambil bekerja (tidak dibiayai orang tua). Itu semua hasil asuhan tangan Mamak yang sangat peduli dengan pendidikan anak. Bagaimana Mamak mencamkan pentingnya sekolah pada kami anak-anaknya, saya pernah merekamnya di sini, Juara Satunya...
Satu lagi dulu pesan mamak, memang jadi PNS itu gajinya kecil. Tetapi jangan salah, meski gajinya kecil tetapi selalu berada di dalam kondisi "punya duit". Ini kata-kata mamak yang masih terngiang-ngiang sampai sekarang, "Udah diterima kau jadi PNS kan, insyaallah nanti kau akan punya duit terus, gak kek mamak yang harus nunggu ayahmu gajian dulu." Benar juga sih, selain gapok (gaji pokok), uang tunjangan yang diterima itu macam-macam. "Waspada", istilahnya, walaupun sedikit tapi ada, haha. Halal lho ya,, sesuai peraturan.
Waktu itu saya mendengarnya sambil ketawa-ketiwi, ah biasa... mamak ini kan orangnya humoris, periang dan hobi bergurau. Mana percaya saya beliau tak punya uang. Karena selain jadi IRT, setelah selesai masak dan mengurusi anak-anak, setiap pukul dua siang mamak pasti mengisi majelis taklim. Kurang lebih 25 forum pengajian ibu-ibu di kota Medan ini yang rutin mengundang beliau memberikan ceramah agamanya. Jamaah pengajian banyak yang suka karena mamak pandai menyelipkan canda dan topik bahasannya selalu tentang kerumahtanggaan. Yah,, mirip Mamah Dedeh gitulah.
Mamak orangnya tidak bisa diam, aktif dan selalu bersemangat, baik di ranah domestik maupun ranah publik. Tetapi beliau tidak menganggap aktivitasnya yang di ranah publik itu sebagai pekerjaan. Urusan agama ya dakwah lillahi ta'ala. Bukan seperti pegawai yang mengharapkan gaji.
Mamak bilang gajinya langsung Allah saja yang bayar, hehe... dikasih ya Alhamdulillah, tidak ya tak apa-apa. Maka walaupun punya uang dari mengajar sana-sini itu, mamak tidak menghitungnya sebagai penghasilan dari profesi. Terkadang disedekahkan kembali ke penyelenggara, untuk diteruskan ke anak-anak yatim, misalnya.
Kendati jadwal "manggung"nya padat apalagi kalau acara maulid dan isra' mi'raj Nabi Muhammad SAW, setiap hari beliau keluar rumah. Tapi kalau ditanya orang, jawabnya selalu ibu rumah tangga. Jamaahnya saja yang memanggilnya Mu'allimah. Ya, Mu'allimah Dra. Hj. Nur Aisyah.
Selain itu Mamak juga jadi reseller busana muslimah branded yang langsung dikirim temannya dari Bandung. Jadi ya gak heranlah kalau kenyataannya uang Mamak itu ada terus sebenarnya. Tapi demi disiplin manajemen keuangan rumah tangga, Mamak selektif memberi uang untuk kami. Kecuali untuk urusan pendidikan. Tidak pernah saya mengetahui uang SPP atau bayaran buku menunggak. Bagi Mamak itu hal nomor satu, yang berapapun pasti akan dibayarkannya.
Pernah kemanakan ayah heran melihat beliau, saking gesitnya dalam bekerja. Coba ibu mana yang punya anak lima kecil-kecil, mengajar plus berdagang juga, trus rumahnya tetap bersih dan rapi, gak punya ART, masakan selalu tersedia di meja makan.
Bukan satu dua macam (kayak anaknya --baca:saya-- gitu soalnya,, kalau sudah masak gulai ayam, ya sudah itu saja, wkwk. Masakan cuma lauk, sayur dan sambal, selesai). Mana bumbu diblender sendiri lagi, kalau anaknya mah gak sempat. Tumis bumbu beli jadi, guyur santan, siap, wkwk.
Masakan mamak bikin kangen orang serumah pingin cepat pulang. Pingin cepat-cepat buka tudung saji dan taraa... itu piring-piring disusun mirip kelopak bunga saking beraneka ragamnya. Sebab mamak ngerti banget kalau ada anak yang sukanya makan ayam kurang suka ikan, atau sukanya sayur tapi mesti brokoli, atau pingin sambal terasi tapi anak yang lain sukanya sambalado.
Belum lagi ayah yang picky eater, haha. Ayah pemilih sekali orangnya. Makan udang gak mau yang kecil-kecil karena mirip ulat pohon, katanya. Ikan goreng mestinya digoreng sampai kriuk padahal menurut mamak zat gizinya sudah hilang kalau garing seperti itu.
Belum lagi kalau lebaran, masa' bisa sih punya anak-anak kecil tapi tetap bisa buat kue-kue kering beraneka bentuk. Kue Dahlia, Putu kacang ijo, bangkit Penang, kembang loyang. Hari H-nya rendang, ketupat, sayur gori, sambal teri, kerupuk udang, Hwaa... jadi lapar saya. Dan, ganti gorden jangan dilupakan. Kue sudah lengkap, masakan lebaran tersedia.
Tirai-tirai jendela juga berubah, sprei sarung bantal harus rapi dan wangi, itu bunga-bunga plastik dicuci pakai sikat gigi yang sudah tidak dipakai. Maka jadilah hari raya kami sempurna luar dalam, atas dan bawah. Mamak... Mamak... luar biasa perjuangannya ya. Ah itulah seorang ibu, selalu menjadi andalan keluarganya.
PNS di Pemko atau Dosen Kopertis?
Berbekal semangat dan motivasi dari Mamaklah, mindset saya kalau mengerjakan sesuatu itu harus bersungguh-sungguh. Seperti saat pemberkasan CPNS, kepangkatan dosen, sertifikasi dosen dan lain-lain, saya merasa selalu dilingkupi inspirasi dari Mamak. Hal ini agaknya menular juga ke adik-adik saya.
Saat adik yang nomor tiga mengikuti tes cakim, ia pun mengatakan sangat bersemangat sebab ingat kata-kata Mamak. Apalagi saat ia lulus dan jadi hakim seperti sekarang, itu semua dipersembahkan bagi ayah dan mamak, terutama mamak sang inspirator keluarga.
Maka saya langkahkan kaki ke lokasi ujian di hari H yang tak terlupakan. Rabu, 24 November 2004. Sesampainya di sana mobil-mobil peserta ujian sudah tersusun rapi di parkiran. Gila, ini yang ujian udah pada bermobil semua ya? Secara udah pada jadi dosen swasta duluan trus mau beralih jadi dosen ASN.
Lha saya, fresh graduate, pengalaman mengajar di kampus kan gak ada. Ada sih dulu pernah menggantikan teman mengajar siswa SMP dekat rumah. Atau memimpin rapat bidang organisasi di kampus dulu. Trus ngajarin ngaji teman-teman yang pingin mengkaji Alquran. Itu doang, wkwk.
Nah, ini melihat penampilan calon-calon saingan saya berebut kursi dosen ASN udah rapi jali sepatu pantofel berkilat yang laki-laki. Yang perempuan udah pakai blazer saja mirip eksekutif muda, make up superkece, high heel 5 senti, tak-tik-tuk suara langkahnya terdengar anggun berwibawa. Lha saya masih pake flat shoes ala mahasiswi. Gak kepikiran belanja sepatu dulu kek kalau mau ujian, ujian ya ujian aja wkwk.
Oya, formasi CPNS yang saya lamar sebelumnya adalah staf biro hukum Pemko Medan. Yang dibutuhkan dua orang, yang antre udah ratusan aja. Meski demikian tekad saya tetap bulat pingin ikut ujian. Sebenarnya sih saya gak milih-milih. Formasi apa saja yang penting lulus dan jadi PNS.
Antrean mengular di tengah matahari yang mulai terik, di stadion Teladan Medan. Tempat penerimaan berkas ujian CPNS 2004. Mungkin peminatnya sudah ribuan orang. Hufhh aneh, katanya jadi PNS itu gak enak, gajinya cukupan, kok orang-orang masih mau aja sih jadi PNS, demikian pikiran saya waktu itu.
Kalau saya kan karena menuruti pesan mamak, pingin anaknya lulus PNS. Ah, mungkin mereka juga demikian ya, seribu satu alasan yang kita tidak tahu dan juga tidak perlu usil untuk tahu. Setiap langkah yang diambil tentu ada landasan pikirnya.
Ilustrasi antrian pelamar CPNS / Bekasi Online |
Dialog Saat Antre yang Selalu Diingat Sampai Sekarang
Saya ingat sekali, saat mengantre, dan posisi saya berdesak-desakan di tengah barisan, saya mendengar percakapan sesama calon pelamar, tepat di belakang saya.
"Ah, beratlah nampaknya lulus kalo kek gini" kata yang satu.
"Iya... mau nyerahkan berkas aja payah kali sampe antri macam gini"
"Apalagi ujiannya, hahh... entah-entah udah ada orang yang lulus, kita dibuat kek gini untuk formalitas aja, hahaha..."
"Nasiblahh, kalo betul kek gitu, hahaha"
Yang tertawa menjadi ramai, saya menoleh ke belakang.
"Iya... mau nyerahkan berkas aja payah kali sampe antri macam gini"
"Apalagi ujiannya, hahh... entah-entah udah ada orang yang lulus, kita dibuat kek gini untuk formalitas aja, hahaha..."
"Nasiblahh, kalo betul kek gitu, hahaha"
Yang tertawa menjadi ramai, saya menoleh ke belakang.
"Kalo kakak ini alumni mana?" Tiba-tiba saja
saya yang ditanya.
Setelah saya menyebutkan, salah seorang dari
mereka nyeletuk, "Ih kalo aku jadi kakak, gak mau aku antri capek-capek kek
ginilah... ngapain, panas-panasan, lama lagi. Itu Kak, Kopertis ada buka
penerimaan CPNS dosen tapi tanggal ujiannya sama macam Pemko Medan. Seluruh
Indonesia ujian serentak CPNS 24 November 2004" Secepat kilat saya
menge-save informasi yang disampaikannya.
"Jadi kenapa gak abang aja yang melamar di
sana" saya balik bertanya.
"Ahh,, kek aku gini malaslah jadi dosen, awak aja dulu sering bolos kuliahh.. mau jadi dosen pulakk, hahaha..."
"Hahaa.... sadar diri ya kan Bang..." sambung yang lain
"Iyalah... gak bakat aku ngajar-ngajarin orang, kl jadi pegawai pemko kan tinggal duduk aja di depan komputer, beress."
Saya cuma tersenyum menanggapi mereka. Dosen ya, Why not?
"Eh tapi Kak di sana tes CPNS-nya 2 hari lohh... hari pertama tes kemampuan akademik, hari kedua psikotes. Katanya ada biaya tambahan Rp. 125 ribu untuk psikotesnya, gara-gara itulah aku gak jadi daftar, selain gak minat jadi dosen, juga pake bayar lagi, hehe"
"Ogituu, kalau mau daftar di mana ya Bang?" tanyaku. Meski orang sini juga, empat tahun kuliah di luar kota membuatku ingin memastikan lagi lokasinya tepat di mana.
Setelah abang tersebut menjelaskan panjang lebar berikut denahnya, saya mengucapkan terima kasih dan melanjutkan antrian sampai tiba giliran dan menyerahkan semua berkas kelengkapan ujian CPNS Pemko Medan.
Potongan percakapan ini tak mungkin terlupakan. Sebagai bukti bahwa rezeki itu datang bukan hanya dalam bentuk uang atau materi yang terlihat oleh mata. Namun ada kalanya ia berwujud informasi tak disengaja, berubah menjadi kesempatan dan langkah yang amat disyukuri kehadirannya.
Kantor L2Dikti Wilayah I Medan |
Hari masih siang waktu itu, bahkan waktu zuhur juga belum tiba. Saya menimbang-nimbang, apakah melanjutkan ke kantor Kopertis Wilayah I atau pulang dahulu ke rumah. Nanya ayah dan mamak dulu, sebaiknya pilih yang mana, biro hukum pemko atau dosen Kopertis.
Saya tak ingin membuang waktu, via HP Nokia 3315 ber-casing pink waktu itu, saya menelepon ke rumah, bicara dengan mamak dan nelfon ke HP ayah yang sedang berada di kantornya. Alhamdulillah jawaban sudah saya kantongi. Bismillah, saya mantapkan langkah kaki menuju kantor Kopertis Wilayah I Sumut-Aceh.
Selamat tinggal berkas saya yang di Pemko Medan, bye-bye nunggu ujian cakim tahun depan, selamat ujian teman-teman yang tadi antre bareng. Semoga kalian sukses. Saya mengubah pilihan dengan rida kedua orang tua.
Saya tak ingin membuang waktu, via HP Nokia 3315 ber-casing pink waktu itu, saya menelepon ke rumah, bicara dengan mamak dan nelfon ke HP ayah yang sedang berada di kantornya. Alhamdulillah jawaban sudah saya kantongi. Bismillah, saya mantapkan langkah kaki menuju kantor Kopertis Wilayah I Sumut-Aceh.
Selamat tinggal berkas saya yang di Pemko Medan, bye-bye nunggu ujian cakim tahun depan, selamat ujian teman-teman yang tadi antre bareng. Semoga kalian sukses. Saya mengubah pilihan dengan rida kedua orang tua.
Sesampainya di kantor Kopertis, meja registrasi berkas sudah penuh oleh para calon pelamar. Saya melihat ada beberapa helai kertas yang dipampangkan di papan pengumuman kantor. Demi melihat saya membaca sembari sesekali mencatat dengan serius item-item persyaratan, Pak Satpam mendatangi saya.
"Dek, mau melamar CPNS dosen ya?
"Iya Pak" jawab saya sambil tersenyum sopan.
"Udahlah diambil aja, ini hari terakhir dan sepertinya setelah adek tidak ada lagi yang membacanya" tambah si bapak sambil mencabut kertas pengumuman itu dan memberikannya ke saya.
Sesaat saya bingung, tapi sontak bersyukur, baik hati sekali bapak ini. Lalu saya mencari tempat yang nyaman buat nulis surat lamaran. Beruntung di tas saya selalu tersedia perlengkapan cadangan kertas HVS, leges ijazah, transkrip nilai, SKCK, dan lain-lain. Jadi saya tak perlu pulang lagi sementara ini sudah hari terakhir penerimaan berkas lamaran CPNS dosen Kopertis.
Saat Kelulusan CPNS
Singkat cerita, saya ikut ujian bersama cados-cados lain. Entah kenapa hati kecil saya mengatakan saya akan lulus. Mungkin ini yang disebut firasat. Bersama 150 orang yang akhirnya dinyatakan lulus di antara ribuan peserta yang ujian di hari itu. Lima orang di antaranya cados bidang hukum.
Saya pernah mengalami kegagalan di psikotes cakim tahun lalunya. Saya tidak ingin gagal lagi di psikotes cados. Mungkin karena kondisi psikis yang siap sedia menerima menang atau kalah, ditambah lagi saya memang belajar mempersiapkan diri, plus yang terpenting adalah doa orang tua.
Maka ujian CPNS tahun 2004 silam, sebaris nama saya tertera di papan pengumuman kantor Kopertis Wilayah I (Instansi ini kini beralih nama menjadi LLDikti (Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi) Wilayah I Medan), status dosen-dosennya ASN, dipekerjakan di PTS di wilayah Sumatera Utara. LLDikti merupakan perpanjangan tangan dari Dikti pusat, status ASN kami adalah ASN Pusat.
Saya pernah mengalami kegagalan di psikotes cakim tahun lalunya. Saya tidak ingin gagal lagi di psikotes cados. Mungkin karena kondisi psikis yang siap sedia menerima menang atau kalah, ditambah lagi saya memang belajar mempersiapkan diri, plus yang terpenting adalah doa orang tua.
Maka ujian CPNS tahun 2004 silam, sebaris nama saya tertera di papan pengumuman kantor Kopertis Wilayah I (Instansi ini kini beralih nama menjadi LLDikti (Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi) Wilayah I Medan), status dosen-dosennya ASN, dipekerjakan di PTS di wilayah Sumatera Utara. LLDikti merupakan perpanjangan tangan dari Dikti pusat, status ASN kami adalah ASN Pusat.
Dulu itu, di hari pengumuman, jangan ditanya bagaimana senangnya ibu saya. Beliau menangis sujud syukur, sama seperti ketika saya lulus PTN dulu. Ya, SK CPNS dan gaji pertama saya yang kata orang tidak seberapa itu, saya persembahkan buat ibunda tercinta.
Beliau senang sekali, katanya, tiada kebahagiaan yang bisa menggantikan gembiranya seorang ibu, selain menyaksikan anaknya lulus diterima bekerja seperti ini.
Pesan ayah, jadilah dosen yang baik, tambahlah ilmu terus sampai ke tingkatan tertinggi, jadilah ilmuwan. Insyaallah akan selalu saya ingat pesan beliau berdua. Meski hayat mereka tak lagi dikandung badan, semangat dan nasehat almarhum-almarhumah senantiasa mengiringi, menginspirasi hari-hari saya.
Beliau senang sekali, katanya, tiada kebahagiaan yang bisa menggantikan gembiranya seorang ibu, selain menyaksikan anaknya lulus diterima bekerja seperti ini.
Pesan ayah, jadilah dosen yang baik, tambahlah ilmu terus sampai ke tingkatan tertinggi, jadilah ilmuwan. Insyaallah akan selalu saya ingat pesan beliau berdua. Meski hayat mereka tak lagi dikandung badan, semangat dan nasehat almarhum-almarhumah senantiasa mengiringi, menginspirasi hari-hari saya.
Kesimpulan
Jangan pernah menyerah mencoba berbagai kemungkinan dalam hidup ini. Jika pembaca pernah mengalami kegagalan dalam mencoba ujian CPNS, tahun depannya coba lagi. Tidak ada ruang untuk berputus asa dari rahmat Allah SWT. Dengan dukungan keluarga, doa ayah dan bunda serta kesungguhan mempersiapkan segala sesuatu terkait ujian CPNS, insyaallah sebaris nama Anda pun tersemat di pengumuman kelulusan CPNS. Tetap semangat!
15 tahun kemudian, saat penerimaan Penghargaan-Satyalancana-Karya-Satya-X-Tahun |
Kerennnn😍😍 apalagi bagian "Mamak"🥺😊
BalasHapusAlhamdulillah, makasih Mutiah
HapusMasyaaAllah tabarakaLlah, Mia..Mia... sobatku ini. Bagaimana bisa kamu masih mengingat dengan sangat detil kenangan akan Mamak dan Ayah sebegitu menyentuh hati dan menulisnya begitu cantik sampai ku tak ingin berpaling. Kau membuatku iri. Kau membuatku merasa seolah beliau berdua ada di depanku. beruntungnya kamu memiliki mereka. Beruntungnya mereka memilikimu. Beruntungnya anak-anakmu. Mereka akan tumbuh sebagai putra dan putri penuh cinta seperti orangtuanya dan Kakek Neneknya. Dan apa yang tidak bisa dijangkau oleh pribadi penuh cinta? Tidak ada.
BalasHapusspeechless, hiks..hikss
HapusSaat kita percaya atas sebuah cita-cita dan mau berusaha maka tidak ada yang akan menjadi sia-sia. Mamak tercinta slalu dengan ikhlas mendoakan putra-putri mereka agar menjadi semakin baik kedepanya. Semoga ibu-ibu di dunia ini merasakan kebahagian dari anak-anak mereka yang sukses. Terimakasih kak pengalamannya menginspirasi.
BalasHapusSama² yaa, makasih
HapusCeritanya seru sekali mba, apalagi ibunya hebat banget. Emang kalo ibu itu entah gimana ada aja tenaganya ya kalo buat anak dan suaminya. Hehehe.. Aku belum pernah ikut tes cpns gt, tapi sering nemenin temen2 dan suami (dulunya pacar) tes cpns gitu. Jadi lumayan tau perjuangannya, hihi
BalasHapusIbu saya udah kayak Wonder Woman kan yaa, kl sy gak sangguup huhuu
HapusWah niat ikut tes CPNS tidak sia-sia, keren sampai diterima jadi ASN. Dengan saingan yang banyak banget pastinya :)
BalasHapusIya Mbak,, kayaknya gak cm jd ASN, jd bloger pun saingannya buanyak, hehe
HapusPerjalanannya menjadi ASN indah banget ya, Mbak. Meskipun untuk beberapa waktu saya termangu sama kelihaian Ibunda tercinta. Mantap kali itu, Kak! Hahaha ... Saya pun ikutlah di barisan emak memasak satu atau dua menu aja, hihihi ...
BalasHapusSoal firasat, eh bener lho. Adakalanya hati kecil kita itu sudah membisikkan hasil dari suatu usaha yang tengah kita tekuni. Berhasil atau nggak.
Sebenernya saya nulis tentang beliau karena kangen juga sih Mbak... TT
HapusSalute untuk mamak kak Mia dan kak Mia juga... Dv pernah ikutan tes CPNS dan waktu keluar nama kita di internet sebagai yang lulus, wow sekali rasanya ya kak. Semoga tetap menginspirasi kami dan anak-anak didik kakak terus ya..
BalasHapusSama² yaa Dev, hehe... Krn rindu mamak niiy
Hapussaya termasuk yang enggan untuk daftar pns. meski ortu pengen banget anak2nya pns. tapi ya setidaknya 3 kakak dan adik bisa memenuhi keinginan ortu. sempat terpikir sih, kalaupun pns..mungkin pns dosen. tapi ya itu..muaaaleees ikut tesnya haha..
BalasHapusNahh,, itu udah ada kknya yg mewakili ya Mbak hehe... Kl sy anak mbarep
HapusDetail sekali ingatannya mbak,
BalasHapussetiap orang yang lulus cpns memang punya kisah yang menarik untuk diceritakan.
Mulai dari masa2 pendaftaran sampai menerima surat penempatan. Bisa jadi PNS juga pekerjaan yang patut disyukuri
Nah,, masa² penempatan beda lagi nih Bg Anjos,, blm kutuliskan. Soalnya menyesakkan dada, wkwk
HapusWah ceritanya seru banget, Kak. Barakallah ya, usaha dan doa memang tidak mengkhianati hasil.
BalasHapusaamiin, makasihh
HapusIbu yang luar biasa selalu punya tempat di hati dan kenangan anaknya ya kak mia.. semoga orangtua kakak mendapat tempat terbaik di syurga kak,, Aamiin
BalasHapusLain hal nya dengan kebanyakan orangtua, alm bapak melarang kami ikut ujian cpns. Beliau tampaknya terlalu sering memperhatikan pns / ASN yang bekerja dalam pelayanan public selalu mangkal di jam kerja.
Gegara setitik nila rusak susu sebelanga ya,, krn oknum ASN yg spt tu, akhirnya org menggeneralisasi bhw smua PNS tukang mangkir. Kalo zaman now bolos di jam kerja dilaporkan org, wkwk.
HapusSeru sekali ceritanya, Mbak Mia. Saya sangat antusias mengikutinya. Soalnya saya tidak pernah ikut CPNS, soalnya hanya tamatan STM hahaha.
BalasHapusTapi ini jelas tersirat banyak makna. Misalnya kalau sungguh-sungguh dan ihtiar, pasti akan mendapatkan hasil maksimal. Apalagi dukungan penuh dan doa orang tua. itu salah satu kunci melapangkan jalan Mbak Mia lulus. Tentunya, perjuangan Ibu Mbak Mia juga sangat luar biasa. Pastinya saya sangat kagum dengan beliau, mampu mengantarkan ke lima anaknya sukses menuju jenjang karir.
Mas Bambang lho,, merendahkan hati meningkatkan mutu,,
HapusYup doa orang tua emang tiada tara,kadang hal yang tidak mungkin jadi mungkin karena doa ayah ibu
BalasHapusIya Yuk Dona,, emang berasa doa ortu berpengaruh sekali
HapusAku terharu bacanya Kak. Apalagi bagian menceritakan sosok Ibu. Semoga ilmu kakak barokah ya bisa bermanfaat untuk banyak orang dan jadi dosen yang luar biasa. Amin
BalasHapusAamiin, makasih,, Kak Yeni baca semua dr awal sampai akhir kl gituu,,
HapusMakasih doanya... Tp menurut ketentuan UU, "dosen luar biasa" itu = dosen tidak tetap. Wkwk... Kl sy mah dosen biasa ajahh hihi
Saya senang cerita keluarganya. Banyak pelajaran bisa dipetik. sukses selalu Mba Mia.
BalasHapusAamiin, makasihh
Hapusaku sebenarnya pengen bgt ikut test CPNS atau pen jd PNS tapi udah males sama prosesnya yg menurut aku bertele-tele apalgi pemberkasannya
BalasHapusNah,, pemberkasannya itu kaya tantangan Mbak,, taklukkan. Wkwk
HapusWah salut banget sama perjuangannya ikut test CPNS. BTW, perusahaan swasta sekarang juga banyak sih yang bagus dalam hal kesejahteraan karyawannya, jadi bisa jadi alternatif buat yang lulus CPNS.
BalasHapusBuat yg gak lulus CPNS x ya Mas, maksudnya
HapusMasya Allah, kalau di daerah-daerah memang sangat kuat ya orangtua meminta anak-anaknya jadi PNS eh, ASN. Di keluarga saya cuma ada 2 kakak yang ASN lainnya wirausaha, jadi nggak tahu seheboh ini saat ikut ujian, hehehe.
BalasHapusSebenarnya kalo saya krn pingin nyenengke ibuk aja sih
HapusWah februari nnti aku utk pertama kalinya bakal ikut cpns. Semoga saja lulus. Tulisan kakak cukup memotivasi
BalasHapusKuy,, mentalnya dibajain. Bakal banyak tantangan, baik internal maupun eksternal. Ciyee,, apasihh
HapusTentu saja juga punya pengalaman saat mengikuti ujian CPNS,saya lupa tahun keberapa ikut.
BalasHapusTapi cerita perjuangan dibaliknya tak kalah seru dari ujian nya nanti.
Dimana waktu itu lokasi ujiannya berada di kabupaten, sudah tentu memakan waktu 4 jam dari rumah ke lokasi.
Saya pun mengambil keputusan untuk menginap dirumah kerabat,
Tadaaaa... Berangkat lah saya ditemani saudara perempuan kala itu.
Sebelum berangkat tak lupa bawa bekal untuk makan dipinggiran jalan, duhh masih ingat kala itu gimana kenangan nya.
Semangat berjuang untuk para calon pelamar kerja
Indah utk dikenang ya Mbak
HapusWah, artikel yang menginpirasi. Mencapai sesuatu diperlukan usaha dan dukungan orang tua ya. Saya sampai terharu loh bacanya
BalasHapusMakasih sudah membaca dr awal sampai akhir, Mbak...
Hapusduhh mba Mia, malu aku sama mamak nih..
BalasHapusaku kalo udah masak, udah terkapar aja capek..
cucian, setrikaan setinggi gunung, beres2 rumah, gada cerita lagi...
ngerjain kerjaan sebiji dah kayak kerja rodi...
tapi aku mau berubah lah, laksana satria baja hitam BERUBAH
casss dulu kitaa, ahaha
HapusMasyaAllah.. sudah 15 tahun jadi dosen, dan tetap di jalur yang sama, mengabdi pada negara sesuai passion dan harapan orangtua. Selamat menjalani peran bahagiamu, Mbak....
BalasHapusMakasih Mbak Susi... hanya menjalankan tugas kok Mbak,, belum mencapai prestasi yg mendunia dan mengharumkan nama bangsa
HapusPerlu persiapan banyak untuk punya prestasi mendunia dan mengharumkan bangsa, Salah satunya jeli mengolah apa yang bisa ditawarkan ke dunia. Semangat!
HapusBeberapa kali ikut tes ujian CPNS dan hasilnya ga memuaskan alias ga lulus. Tapi bener deh banyak pengalaman yang hikma yg dapat aku petik .
BalasHapusYes, Sis... The experiences are the best teachers yaa
Hapuswah sama, saya juga ikut tes CPNS di tahun 2004.
BalasHapusDan emang bener, PNS sekarang tuh nggak bisa "fleksible" jam kerjanya. Bahkan di masa-masa awal jadi PNS malah sering bawa kerjaan ke rumah. Setelah punya anak dan anak sering protes gara-gara dirumah emaknya ini masih sering buka laptop, baru deh stop bawa kerjaan ke rumah
Yeayy,, ketemu yg seangkatan. Orang mikirnya kita makan gaji buta x ya Mbak.. wkwk.. pd ngerti gak sih kl hr Sabtu pun kerja, malam buka laptop ampe begadang, epic tenan wkwk
HapusWow, ceritanya lengkappp banget mbak. Berasa ikut di dalam keluarganya mbak. Hahahha.
BalasHapusSalah satu keberuntungan PNS adalah tidak perlu pusing, setiap awal bukan gaji uda ada. Tinggal mikir nyari tambahan di luar jam,
wkwk, kayaknya ini komen terngakak dehh...
HapusNah makanya jd bloger biar ada tambahan huhuu... tp gak ngelupain tugas utama dong,, jadi ibu dan jadi dosen hehe
Masyaa Allah mbak ceritanya sangat menggugah. Orangtua kita bangga banget kalau kita bisa jd PNS, termasuk ibuku. Cuma aku gak ikut sama sekali... Tahun ini istriku yg coba peruntungan.
BalasHapusSemoga lulus tes CPNS tahun ini yaa istrinya, Mas.. Aamiin
HapusBaca cerita kk jadi ingat pengalaman awak cpns dulu huhu
BalasHapusMantap nih Ristekdikti, kebetulan akhir tahun ini kami ada project Ristekdikti diseluruh daerah.
BalasHapus15 tahun berlalu dan emang penuh perjuangan gtu y mbak. ALhamdulillah.
BalasHapusJadi dosen atau guru itu kalau dikerjakan dengan ikhlas pahalanya akan mengalir banyak katanya mbak hehe :D
Beruntung sudah berada di jalur yang tepat dan bikin bangga bapak ibu yaa :D
Pengalaman ini sudah pernah juga saya rasakan, meski hasilnya belum sesuai harapan, tetapi banyak hikmah yang didapat. Sukses terus ya Mbak.
BalasHapusKalau saya melihatnya antusias rakyat untuk ikut ujian cpns ini begitu besar ya mbak, semoga jalan yang terbaik untuk mereka semua
BalasHapusAda rona kebanggaan anak menjadi ASN ya ketimbang pegawai lainnya...padahal pegawai lainnya itu lebih menjanjikan .... entah siapa yg memunculkan stigma ini
BalasHapuskalo aku gak pernah daftar sih, banyak yang keheranan apalagi tetangga.
BalasHapusEh BTW ada informasi ASN yang punya followers diatas 500 bisa jadi Influencer nih, gak sekalian kah?
Follower IG saya udah dua ribuan wkwk
HapusAku udah lupa rasanya ikutan ujian CPNS. 😄 udah lama banget. Itu aja juga nurutin bapak sih mbak. Pekerjaan apapun klo kita happy ya asyik aja sih. Good job mb
BalasHapusSipp deh
HapusWah, sebelum nya selamat ya mba, sdh menjd dosen/guru. Pasti orangtua mba bangga deh. Sukses buat mba dan org2 yg memilih jalur CPNS
BalasHapusSama² Mbak,,
HapusTos dulu deh, aku juga ASN dari L2Dikti wilayah 4 Jawa Barat & Banten. Tapi udah lama banget hehe...Bedanya, dulu engga ada yg minat jadi dosen, wong yg daftar di prodi aku cuma 4 orang, itupun yg dateng 3. Zaman dulu orang-orang lebih suka mroyek kayaknya.
BalasHapusKl sekarang mah liat aja Bu,, antria pendaftar CPNS mengulaarrr...
Hapusish sedih awak bacanya kak. mamak awak pengen awak PNS karena doi yakin awak mampu tapi awak dl tamatan kampus swasta akreditasinya masih C..jd gk lolos syarat administrasi. tp mamak awak gk ngerti tu bolak balik dibilangnya awak gk mau. apa yg gk awak lakukan demi dia ..mati pun siap klo bliau ridho ..tp masalah tu akreditasi tadi. semoga suatu saat ada jalan. aamiin
BalasHapusInsyaallah niat Dika akan dimudahkan Allah realisasinya. There's a will there's a way.
HapusSyukron yaa,, udah baca dr awal sampai habis. Biasanya yg betulan baca komennya terharu.
Doa ibu memang langsung ke langit ya kak,keren sekali diterima cpns yang perjuangannya memang ga cepet ya kak. Sukses terus ya kak.
BalasHapusJadi inget dulu pas mau kuliah disuru ujian di STAN biar gampang masuk ke pemerintahan 😂 tapi apa daya dulu PNS tak semenarik jaman now di mata saya
BalasHapussaya salut dan respect banget sama orang orang yang keterima CPNS karna bisa mendapatkan posisi yang direbuti ribuan hingga ratusan ribu orang di seluruh negri. sukses selalu ya mbaa..
BalasHapusWuaaah perjuangannya salut, perlu dicontoh. Belajar siang-malem, semuanya ditempuh baik fisik maupun spiritual. Beruntung juga masih punya ortu yg terus menyemangati dan terutama mendoakan.
BalasHapuswah ceritanya menginspirasi bagi yang mau coba daftar cpns nih,, aku udah 4 kali coba daftar tapi belum rezeki.mungkin proses usahanya ga setelaten mbak.
BalasHapusSubhanallah ... perjuangan membuahkan hasil ya mbak. Doa orang tua itu memang mustajab ya,..
BalasHapusSeru banget ceritanya mba, apalagi yg bagian mamak. 😍 Memang ridho orang tua itu luar biasa yaa..
BalasHapuswoh sampek antri begitu ya dulu. syukur deh sekarang tinggal klak klik klak klik sudah bisa daftar.
BalasHapusWuah menginspirasi sekali. Saya jadi ingin jadi dosen juga. Hihi...
BalasHapusMamak bu Mia kebalikan ayah saya. Almarhum ayah awak yang PNS sejati mati matian gak ngasi anaknya jadi PNS hiks... Sukses terus bu Mia... Teruslah menginspirasi...
BalasHapusBarakallah bu dosen.. aku baru seklai ikut cpns, Alhamdulillah belum diterima padahal nilainya nyaris tembus. Qodratullah, setelah itu suami pindah-pindah dan akhirnya memutuskan untuk ikut berkelana. Walaupun ibuku pengennny aku jadi PNS.
BalasHapusBarakallah, semoga pekerjaannya semakin barokah dan menyenangkan. Saya rasa apapun kerjanya kalau dijalani dengan senang hati bakal berjalan lancar
BalasHapusAlfatihah buat bunda yang begitu berdedikasi tinggi untuk keluarga selamat hari ibu buat kakak dan ibu2 lain semua.
BalasHapusLove banget sama mamak dan bapak yang selalu support putra putrinya. Cerita yang bikin panas mata ini dan akan selalu terkenang sepanjang usia huhuhu
BalasHapusAku sama sekali belum pernah ikut CPNS, sekarang jadi lebih tau ya gimana proses daftar bahkan saat ujian tiba, lebih mendebarkan dibanding ujian sekolah.
BalasHapusBuat jadi pns perjuangannya emang luar biasa dan harus istiqomah ya mbak..
BalasHapusAku sndiri ga sanggup ikut dlu krna birokrasinya dan harus nolos kerja berkali2 klo niat ikut. Hehe
Yasudah diniimati kerja di perush. Swasta
MasyaAllah mbak, saya baca dari awal sampe akhir, jadi bener-bener tergaru~ hehe.
BalasHapusSaya freshgraduate mbak, saya juga daftar cpns tahun ini dan maksa banget. Baru aja sidang, cpns dibuka. Karena ijazah dan transkrip belum bisa diambil. Akhirnya saya minta untuk berkas2 saya di atas dipercepat ke pihak rektorat supaya bisa daftar cpns. Alhasil, saya cuma dapet berkas dengan Fotocopy saja, karena saya belum wisuda (insyaAllah Januari depan, hehe). Alhasil cpns tahap pemberkasan saya gagal, karena ya itu Transkrip nilai berbentuk Fotocopy, padahal kata rektorat dulu bilang gini, dilegalisir aja mas, udah setara kok sama yg asli. Ternyata tetep ketolak juga. Ya sudah, mungkin emang belum saatnya. Cukup jadi pelajaran aja buat saya, mungkin di pendaftaran selanjutnya akan mencoba lagi. Terima kasih atas ulasannya mbak, bikin termotivasi kembali~ hehehe
Ya Allah seneng banget baca ini
BalasHapusMakasih ya Bu Dosen atas inspirasinya
Doakan saya juga
Sangat terinspirasi sekali dari cerita ibu. Terimkasih bu saya jadi bersemangat
BalasHapus