Kisah Inspiratif: Sarjana Juragan Nugget
Namanya Hidayatus Sakinah, akrab kami sapa Nana. Saya mengenalnya saat mengajar di semester lima di tahun 2015 lalu. Orangnya sangat respek pada dosen, tampaknya sifatnya yang ramah dan supel ini juga membuatnya disenangi teman-teman.
Di semester akhir Nana ini mulai berjualan nugget goreng, tempe mendoan, sosis, bakwan, bakso goreng dan pisang goreng. Dilengkapi dengan saos cabe botolan, air mineral porsi gelas plus ada pula yang kemasan botol ukuran 600 ml.
Saya pikir setelah memperoleh gelar sarjana, Nana akan berhenti menjajakan dagangannya dari kelas ke kelas. Ternyata tidak. Bawaan Nana yang selalu dinanti-nantikan rekan sekelasnya, tetap saja ramai dan menjadi solusi ketiadaan kantin di lantai 4.
Para mahasiswa malas untuk naik-turun dari lantai 1 ke lantai 4 atau sebaliknya. Kampus belum ada fasilitas lift-nya. Sementara waktu jeda istirahat dari perkuliahan kelas sebelumnya ke kelas berikutnya hanya sepuluh menit, hingga kehadiran Nana sangat ditunggu teman-temannya, yang kini adik-adik angkatannya.
Berdasarkan bincang-bincang saya dengan alumni berkulit hitam manis ini, awal Nana terjun ke dunia jualan snack di kampus ini bukanlah karena alasan finansial. Ayah Nana adalah seorang ketua pengadilan yang sedang ditugaskan di suatu pengadilan di Provinsi Jawa Timur. Tentu saja jika mau, sangat mudah bagi Nana menghubungi ayah dan bunda untuk mentransfernya sejumlah uang, kapan saja ia butuh.
Nana ingin menguji mentalnya dalam berjualan. Ia tanggalkan rasa gengsi, malu, minder dan sifat yang berlawanan dengan keinginannya untuk sukses berniaga. Ternyata Nana ketagihan, melihat hasilnya yang lumayan, Nana susah untuk berhenti berjualan. Apalagi mahasiswa semester satu sampai mengirim pesan WA kalau saat jam jeda kuliah, Nana belum juga muncul dengan nugget gorengnya.
Bukan Nana namanya kalau tidak jeli membaca peluang. Berbekal omset kurang lebih Rp. 100,000/hari, Nana mengelola usahanya hingga bisa mempekerjakan pedagang lainnya di kampus-kampus. Bahkan Nana sanggup menggaji tukang menggoreng yang pekerjaannya khusus hanya menggoreng saja, sebesar Rp. 35,000/hari. Sedangkan Nana yang mengadon dan menyiapkan bahan dari awal.
Meski kini sudah menikah dan mengandung janin anak sulungnya, Nana belum mau berhenti. Penghasilannya yang kian meningkat sangat sayang untuk dilepas begitu saja. Kata Nana, dalam sehari bisa mencapai Rp. 250,000. Pernah saat lagi ada event, omset menyentuh angka Rp. 500,000 dalam sehari. Ajaib, katanya, rezeki sesudah menikah ditambahkan Allah SWT menjadi berlipat ganda.
Suami dan orang tua Nana sudah melarang, sebab kondisinya yang sedang hamil muda tentunya sangat rentan terhadap keguguran jika naik tangga sampai ke lantai 4. Tetapi Nana ini sungguh baik hati, barang-barang jualannya bukan ia yang membawakan sampai lantai atas. Ia berbagi rezeki dengan OB kampus yang kebetulan sedang lowong, sekali membawakan barangnya, Bang OB diberi upah sebesar Rp. 10,000. Jadi barang bisa sampai di atas, Nana tak perlu terbebani dan bisa berbagi pula.
Nana berulang kali curhat ke saya kalau dia senang sekali bisa berkesempatan sharing dengan saya. Katanya, ada juga dosen yang menyayangkan pekerjaannya ini. Susah-susah kuliah di fakultas hukum, putrinya hakim lagi, kok mau-maunya sih merendahkan diri jualan gorengan. Nana sempat terpengaruh dengan perkataan sang dosen tersebut.
Saya sampaikan ke Nana, di zaman now ini kita tidak bisa lagi hanya mengandalkan ijazah untuk mencari rezeki. Jadi penjual gorengan tidak masalah, itu adalah pekerjaan yang halal. Coba bandingkan dengan seorang tenaga honorer yang wajib berseragam dan masuk kantor setiap paginya, dapat gak dia Rp.250,000/hari seperti Nana?
Nana menggeleng, dari bibirnya terbit seulas senyuman. Bagaimanapun ia mensyukuri keadaannya saat ini. Punya usaha yang produktif, bisa menciptakan lapangan kerja buat orang lain, dan tentu saja membuat dirinya bermanfaat bagi orang lain.
Ah, Nana... Salah seorang perempuan muda yang penuh semangat, mandiri, pantang menyerah dan inspiratif yang saya kenal. Bukan tak mungkin suatu saat nanti, Nana menjadi juragan nugget goreng yang sukses. Amin.
Di semester akhir Nana ini mulai berjualan nugget goreng, tempe mendoan, sosis, bakwan, bakso goreng dan pisang goreng. Dilengkapi dengan saos cabe botolan, air mineral porsi gelas plus ada pula yang kemasan botol ukuran 600 ml.
Dagangan Nana/dokpri |
Para mahasiswa malas untuk naik-turun dari lantai 1 ke lantai 4 atau sebaliknya. Kampus belum ada fasilitas lift-nya. Sementara waktu jeda istirahat dari perkuliahan kelas sebelumnya ke kelas berikutnya hanya sepuluh menit, hingga kehadiran Nana sangat ditunggu teman-temannya, yang kini adik-adik angkatannya.
Berdasarkan bincang-bincang saya dengan alumni berkulit hitam manis ini, awal Nana terjun ke dunia jualan snack di kampus ini bukanlah karena alasan finansial. Ayah Nana adalah seorang ketua pengadilan yang sedang ditugaskan di suatu pengadilan di Provinsi Jawa Timur. Tentu saja jika mau, sangat mudah bagi Nana menghubungi ayah dan bunda untuk mentransfernya sejumlah uang, kapan saja ia butuh.
Nana ingin menguji mentalnya dalam berjualan. Ia tanggalkan rasa gengsi, malu, minder dan sifat yang berlawanan dengan keinginannya untuk sukses berniaga. Ternyata Nana ketagihan, melihat hasilnya yang lumayan, Nana susah untuk berhenti berjualan. Apalagi mahasiswa semester satu sampai mengirim pesan WA kalau saat jam jeda kuliah, Nana belum juga muncul dengan nugget gorengnya.
Bukan Nana namanya kalau tidak jeli membaca peluang. Berbekal omset kurang lebih Rp. 100,000/hari, Nana mengelola usahanya hingga bisa mempekerjakan pedagang lainnya di kampus-kampus. Bahkan Nana sanggup menggaji tukang menggoreng yang pekerjaannya khusus hanya menggoreng saja, sebesar Rp. 35,000/hari. Sedangkan Nana yang mengadon dan menyiapkan bahan dari awal.
Meski kini sudah menikah dan mengandung janin anak sulungnya, Nana belum mau berhenti. Penghasilannya yang kian meningkat sangat sayang untuk dilepas begitu saja. Kata Nana, dalam sehari bisa mencapai Rp. 250,000. Pernah saat lagi ada event, omset menyentuh angka Rp. 500,000 dalam sehari. Ajaib, katanya, rezeki sesudah menikah ditambahkan Allah SWT menjadi berlipat ganda.
Suami dan orang tua Nana sudah melarang, sebab kondisinya yang sedang hamil muda tentunya sangat rentan terhadap keguguran jika naik tangga sampai ke lantai 4. Tetapi Nana ini sungguh baik hati, barang-barang jualannya bukan ia yang membawakan sampai lantai atas. Ia berbagi rezeki dengan OB kampus yang kebetulan sedang lowong, sekali membawakan barangnya, Bang OB diberi upah sebesar Rp. 10,000. Jadi barang bisa sampai di atas, Nana tak perlu terbebani dan bisa berbagi pula.
Nana berulang kali curhat ke saya kalau dia senang sekali bisa berkesempatan sharing dengan saya. Katanya, ada juga dosen yang menyayangkan pekerjaannya ini. Susah-susah kuliah di fakultas hukum, putrinya hakim lagi, kok mau-maunya sih merendahkan diri jualan gorengan. Nana sempat terpengaruh dengan perkataan sang dosen tersebut.
Saya sampaikan ke Nana, di zaman now ini kita tidak bisa lagi hanya mengandalkan ijazah untuk mencari rezeki. Jadi penjual gorengan tidak masalah, itu adalah pekerjaan yang halal. Coba bandingkan dengan seorang tenaga honorer yang wajib berseragam dan masuk kantor setiap paginya, dapat gak dia Rp.250,000/hari seperti Nana?
Nana menggeleng, dari bibirnya terbit seulas senyuman. Bagaimanapun ia mensyukuri keadaannya saat ini. Punya usaha yang produktif, bisa menciptakan lapangan kerja buat orang lain, dan tentu saja membuat dirinya bermanfaat bagi orang lain.
Ah, Nana... Salah seorang perempuan muda yang penuh semangat, mandiri, pantang menyerah dan inspiratif yang saya kenal. Bukan tak mungkin suatu saat nanti, Nana menjadi juragan nugget goreng yang sukses. Amin.
Berdiskusi dengan Nana/dokpri |
Nama hebat kak mia..♥
BalasHapusacuhkan saja julid nya si dosen itu..
bukti nya nana mampu berbagi sama orang lain, memberi penghasilan tambahan untuk oranglain kan artinya bermanfaat.
Justru yang disayangkan adalah seandainya nana mendompleng ayahnya untuk mencari kerja,
Gak kreatif x tuh yg gitu² ,, mengandalkan ortu pulak
HapusMbak Nana ini keren sekali ya, Mbak Mia. Dia jeli melihat peluang. di lantai atas tdak ada kantin, dengan jeda waktu istirahat hanya 10 menit, bikin orang malas turun naik.
BalasHapusKemudian dari sini, Mbak Nana juga bisa berbagi rezeki. Termasuk saat susah naik tangga karena sedang hamil. Malah nanti rezekinya ditambahkan oleh Allah SWT.
Dan memang benar , Mbak. saat kita melakukan sesuatu, walau baik dan halal, pasti ada ornag yang nyinyir. Jadi jalan terus selagi yang kita jalankan benar. Apalagi, itu sangat lumayan 250 ribu sehari. Sebulan sudah berapa? Saya juga mau nih hehehe.
Iya nih, Mas keren sekali emang Mbak Nana-nya
HapusMbak Nana hebat, nggak malu jualan gorengan yang notabene kadang dipandang sebelah mata. Padahal, jualan gorengan sangat menguntungkan lho. Di deket kantor ada tukang gorengan yang kaya raya, hanya dari gerobak gorengan.
BalasHapusDi tengah² adik angkatan pula jualannya, di saat teman² nya udah pd jd advokat dll, dia teteup keukeuh dg usahanya. Top deh, Nana
Hapusselalu salut untuk orang-orang seperti Nana ini.
BalasHapustetap semangat Nana!!
Jangan gengsian kek saya
Haha
HapusMasyaAllah, barakallah. Wkwkwk, sama kita kk vi. Aku kalau offline masih gengis lebih tepatnya gak pede makanya nyoba jualan online eh ternyata gak semudah dilakukan juga. Gak enak rasanya nagih-nagih terus yang belum transfer.
HapusWow! Nana ini sosok yang luar biasa. Suit mencari tandingannya. Karena, berasal dari keluarga yang secara finansial, ia mampu. Susah lhi, cari yang seperti Nana ini. Inspiratif sekali. Semoga selalu sehat ya, ibu dan janin....
BalasHapusBener, Mbak,, perlu ditiru semangat dan tahan bantingnya
Hapuskeren .kalo saja banyak yang punya mental seperti nana pasti gak ada penganguran di Indonesia.
BalasHapusSaya itu sampai ketawa dalam hati waktu seorang blogger muda yang baru tamat kuliah tanpa pengalaman kerja menolak,melamar jadi waitres di Hok***. " kalo jadi waitris ogah bu ...manager mau "
Halah nak kamu itu masih bodoh kok sombong,untuk jadi manager itu perlu pengalaman kerja nah itu yang kamu belum punya
Mana ada posisi di atas kl blm menapaki anak tangga pertama, mestinya dia tuh merendahkan hati dl br bicara posisi
HapusNah, Mbak Nana ini salah satu anak muda yang inspiratif, ya. Berani mengalahkan rasa malu dan gengsi padahal dia putri seorang ketua pengadilan, berani mengalahkan stigma bahwa mahasiswi Fakultas Hukum seharusnya bisa menjadi pengacara eh malah berjualan gorengan, dan menghapus opini masyarakat bahwa anak orang kaya sudah pasti tinggal meminta uang saja pada orangtua.
BalasHapusAnak muda yang gigih. Sukses terus ya, Mbak Nana. Wah, jangan-jangan nantinya banyak adik-adik mahasiswa nih yang bakal jadi resellernya. Aamiin.
Beberapa udah ada yg ngikut tp ada juga yg gak tahan mEntal, men-tall dehh
HapusKeren banget mbak kisah ttg Mbak Nana ini. Jadi berjualan awalnya bukan krn kondisi ekonomi tapi menguji mental wirausahanya ya. Tapi penasaran kenapa kok Mbak Nana ini gak buka outlet aja aau misalnya sewa kantin gtu buat jualin produknya ya? Kok masih bertahan door to door mendatangi konsumennya? :D
BalasHapusKl mau buka gerai di lantai 4 itu udah gak ada space-nya lg, Mbak April. Trus kan mgkin lbh praktis mendatangi "kerumunan semut²
Hapus" itu
Inspiratif sekali, jarang lho sarjana yang mau lakuin kayak gini. Apalagi dia itu sarjana hukum. Salut deh sama mbak nana ini. Semoga rejekinya semakin dilimpahkan
BalasHapusIya bg, sosok langka di zama now ya hehe
HapusHalah, typo
HapusZamannnn
Kisah mbak Nana ini keren banget. Padahal kalau dibilang orangtuanya sangat sangat berkecukupan. Zaman sekarang emang gak bisa ya mbak ngandelin ijazah doang, kreativitas, keberanian dan tahan banting juga jadi modal yg gak kalah penting.
BalasHapusNoted, tahan banting sangat penting, hihi
HapusMba Nana inspiring. Usaha takkan membohongi hasil.semoga akan banyak nana nana yang lain
BalasHapusAamiinn
HapusInget Nana, inget kisah jualanku perdana di SD Pertiwi Medan tahun 90 kak Mia. Bawa dagangan ke sekolah dan dibantu temen temen yang notabene mereka anak keluarga menengah yang kalo jajan gak sistem ketengan. Tapi langsung borong se-dus. Dan dagangan paling laris yang diborong itu permen karet Yosan.
BalasHapusAh Nana, awesome sekali. Ditengah ekslusifnya masa perkuliahan yang mungkin mengundang gengsi dan malu dibandingkan saya yg jaman merah putih yg belum ngerti gengsi, engkau patut jadi inspirasi
Uwow,, you're also awesome, Sista
HapusSalut banget sama mba Nana. Dia berjuang dari awal ya sampai sekarang. Dari 100rb sampai 250rb perharinya. Sampai punya pegawai juga dan banyak bantuan.
BalasHapusJualan emang suka dipandang rendah, tp mereka yg bilang gitu gak memikirkan apakah yg jualan senang atau tidak dengan jualannya atau aktivitasnya tersebut
Salut dg yg muda yg bersemangat ya mba
HapusBetul itu. Kita kuliah bukan hanya utk cr kerja, tapi jg utk mendidik anak2 kelak. Yg pntg halal, gak ganggu org lain, terusin aja. Semangat ya
BalasHapusYupz
HapusJaman sekarang mah gak perlu gengsi ya untuk melakukan pekerjaan apa saja, sepanjang halal dan tidak melanggar aturan hukum
BalasHapusperlu mental baja juga ya
HapusJurusan hukum aja dengan penuh kesadaran membuka lapangan kerja melalui bisnis.. Lah anak jurusan ekonomi malah gengsi hiks... Terharu liat perjuangan nana.. Semoga usahanya berkah.. Amin
BalasHapusAamiin, makasih Boss Mumubutikue
HapusMasyaaAllah keren banget siiih.. jadi iri deh.. smg semangatnya menular ke banyak anak muda lainnya..
BalasHapusMakasih bos bakery
HapusEh, saya juga masih anak muda, kan. 😀
HapusSaya malah iri sama nana ini kak, semangat bisnisnya tinggi ya mudah2an saya bisa jadi seperti ia suatu saat nanti
BalasHapusKak Iid kan udah jd blogger influencer, hihi... Sama juganya tuh
HapusMasyaAllah kak Mia, dosen perhatian ama alumni, sampai ditulis di blog. Teringat Nana teringat aku zaman kuliah dulu kak, jualan nasi dan bakwan, trus semester satu masih di lantai 4, memang laris kali kak haha. Sukses terus Nana ^^
BalasHapusTerkadang kita rempong² mengangkat hal² yg jauh dr kita jd tulisan di blog. Yg dekat² setiap hari tampak di depan mata malah lupa
HapusmasyaAllah tabarakallah. benar2 kisah2 inspiratif kayak gini yang seharusnya banyak diketahui semua org khususnya anak2 jaman now. selalu ingat kalau dulu sampai sekarang mau berwirausaha, org tua selalu bilang gausah la. gabakal bisa. hmmmm.......ternyata awak gk setangguh nana. sehat2 selalu nana dan calon bayinya.
BalasHapusGak banyak org kayak Nana ya, hehe
HapusKisah inspiratif yang patut di tiru. Yang terpenting dalam hidup adalah jangan malu, Dan jangan ragu yang terpenting halal yakan kak :)
BalasHapusBetul² betul,,, yg haram aja kadang diterobos orang ya Rabb :((
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusWah, asli sih, yang begini kadang luput dari perhatian kita. Perhatian dalam arti melihat perjuangan dan kepintarannya dalam mencari peluang. Ini emang patut ditiru, terutama bagi anak-anak muda yang banyak gengsi mau kerja ini dan itu. Intinya, asalkan halal, tidak ada yang salah.
BalasHapusIya Bg,, belajar melepaskan rasa gengsi demi kemandirian finansial ya
Hapushebat sekali Nana ini. saya awal belajar jualan juga malu-malu. lama-lama karena udah sering jadi biasa dan berani. Nana inspiratif, Kak.
BalasHapusYa begitulah, Nana... Kadang bikin kangen kl di kampus udah jarang kelihatan
HapusKeren kak Nana ini kak. Berusaha mencari rezeki sendiri dan nggak berat utk berbagi rezeki dengan orang lain. Semoga muncul banyak nana2 lainnya.
BalasHapusKemandirian ekonomi
HapusKita tiru semangatnya yaa Mak Dev
BalasHapusmasyaAllah keren kali mbak nana ini. rasa minder, malu, takut bisa dia hilngkan dgn brjualan.
BalasHapusBetul² betul,,
HapusSelalu salut dengan anak muda yang gigih berusaha. Menanggalkan 'malu'atau 'gengsi'. Kita butuh banyak anak muda kayak gini. Semoga nana sukses, dan berlimpah berkah dalam hidupnya. Aamiin
BalasHapusAamiin yra, thanks Kak Ning
Hapus