Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Meng-Upgrade Kualitas Diri Dalam Penantian Suci


  
Antologi Kisah: Kontemplasi Memantaskan Diri

Buku ini ditulis oleh para perempuan yang masih berstatus single. Saya menghadiahkan buku ini untuk adik bungsu yang juga masih sendiri. Beli dua eksemplar, satu lagi untuk bacaan minggu ini. Kebetulan saya pun baru saja menyelesaikan kelas online di Kelas Bunda Sayang Institut Ibu Profesional Aceh-Sumut-Batam Batch 4. Kelas yang lama belajarnya setahun dengan 12 materi di Gamelevel 1 sampai dengan 12. 

Alhamdulillah kebetulan lagi saya memperoleh badge Outstanding Performance (OP) di setiap levelnya. Itu artinya badge tertinggi yang menandakan setoran tugas saya maksimal 17 hari dari 17 hari waktu yang disediakan di setiap tantangan. 

Ada tiga badge yang disediakan, badge dasar bagi yang lulus mengerjakan T-10 (Tantangan selama 10 hari boleh tidak berurutan harinya yang penting masih selama 17 hari tantangan). Yang kedua, badge You’re Excellent (YO) menyetorkan T-10 dengan hari yang berurutan. Dan yang terakhir badge OP, berturut-turut tanpa jeda mengerjakan tantangan dalam kurun waktu 15-17 hari. Seingat saya hanya 2x saya mengerjakan selama 15 hari, 10 bulan lainnya full 17 hari.

Ini contoh badge OP di level 1 tahun lalu dengan tema Komunikasi Produktif (Komprod).

Badge Outstanding Performance Kelas Bunda Sayang Batch 4 Aceh SUmut Batam
Badge OP Level 1

Di Level 10 saat materi tentang Memicu Kreavitas Anak, selain mendapatkan badge OP juga, kepada saya juga diberikan ini: 

Sertifikat elektronik mahasiswa teladan Level 10
e-certificate sebagai Mahasiswi Teladan

Dan badge OP ke 12 yang saya kumpulkan bulan September ini, sekaligus sebagai pertanda perkuliahan Kelas BunSay telah rampung dan GWA pun akan dibubarkan.

Badge OP Level 10 Kelas Bunsay Batch 4 Aceh Sumut Batam Nurhilmiyah
Badge OP level 12 (level terakhir) dengan tema Keluarga Multimedia
Lalu dengan 12 badge OP yang sudah diperoleh apakah saya merasa pantas berbangga diri? Ups, tentu saja tidak. Dengan 12 ilmu dasar mendidik anak yang sudah saya kunyah materinya itu, justru saya masih merasa faqir ilmu. Bagi saya yang jauh lebih penting adalah implementasi materi-materi tersebut dalam kehidupan sehari-hari anak-anak saya. 

Apalah artinya ilmu tanpa amal, bagaikan pohon tanpa buahnya. Maka selama setahun ini saya disibukkan menerapkan berbagai macam cara-cara kepengasuhan yang telah diajarkan, tentunya dengan tidak melupakan tuntunan agama dan kepribadian kami sekeluarga.

Trus, apa hubungannya dengan book review Antologi Kisah: Kontemplasi Memantaskan Diri?

Antologi Kisah Kontemplasi Memantaskan Diri
Antologi Kisah: Kontemplasi Memantaskan Diri
Relevansinya ya, sesama IP-ers dan peserta Kelas BunSay dong, walaupun beda batch. Kalau saya baca secara keseluruhan buku ini dari halaman pertama sampai terakhir, semua kontributor penulisnya (12 mahasiswa untuk 12 materi kelas BunSay Pranikah, 2 fasilitator plus Mbak Enes Kusuma), khususnya yang 12 plus Mbak Enes, mereka inilah yang saya sebut sebagai mereka yang senantiasa meng-upgrade diri dalam penantian sucinya. 

Para gadis yang menamakan dirinya singlelillah ini tak berhenti pada satu titik di mana pasangan hidup belum jua datang dan akhirnya menyerah pada keadaan. Justru waktu yang ada saat ini dianggap sebagai kenikmatan dan rezeki dari Allah untuk terus meningkatkan mutu dirinya. Mereka yakin sekali akan janji Allah dalam firman-Nya:

 "Wanita yang baik untuk lelaki yang baik dan lelaki yang baik untuk wanita yang baik."
(QS. An Nur:26)
Jadwal mereka padat oleh majelis ilmu.  Rangkaian project demi project dikerjakan dalam rangka menyibukkan diri memperkaya ilmu kepengasuhan. Sebab mereka paham benar, anak-anak mereka kelak tentunya membutuhkan asuhan tangan ibunda yang mumpuni mendidik anak.

Mereka juga pasti mengetahui kalau cara mendidik anak bukanlah saat anak baru dilahirkan ke dunia. Tetapi jauh sebelum si janin terbentuk. Saat calon ayah dipertemukan dengan calon ibu. Salah satu hak anak adalah memiliki ibu yang baik. Kala seorang laki-laki berikhtiar mencari istri yang salehah maka pada saat itulah tahapan awal pendidikan anak dimulai. Bersatunya orang tua yang baik insyaallah menjadi dasar pendidikan anak yang baik pula.


"Ketika seorang lelaki dan perempuan memilih jodoh dan memproses pernikahan dengan cara yang benar dan baik, maka itu merupakan modal awal pendidikan terhadap anak. Mereka membentuk kehidupan rumah tangga dengan motivasi ibadah untuk mewujudkan kondisi rumah tangga yang sakinah, mawadah wa rahmah. Dengan demikian orang tua telah memiliki pondasi niat yang benar, serta memiliki visi yang sama untuk meraih surgaNya." (Cahyadi Takariawan - Wonderful Family)

Di sini saya tidak mungkin membeberkan semua kata menarik hasil perenungan yang saya highlight dari tulisan ke-12 penulis tersebut. Intinya di mata saya mereka semua adalah anak dara yang hebat. Di lubuk hati saya yang paling dalam, one day dengan izin Allah SWT rasanya ingin sekali memiliki menantu perempuan yang semangat belajar jadi ibu yang baiknya, seperti mereka.

Kalau perempuan berstatus seorang istri, dan ibu-ibu beranak satu-dua dan seterusnya belajar parenting, itu sih sudah jamak di mana-mana, ini masih single lohh... tapi mereka menaruh perhatian yang cukup besar bagi ilmu mendidik anak-anaknya kelak. Meskipun nama dan sosok sang calon suami masih berada di lauhul mahfuzh, kapan dan di mana berjumpanya hanya Allah Yang Maha Mengetahui.

Mereka sadar betul bahwa tidak ada parenting school di dunia ini, tidak ada pula family university. Ironisnya, masa hidup manusia lebih lama di fase menjadi orang tua. Bukan di fase menjadi anak, atau remaja. Jadi mereka ini memiliki niat mulia untuk senantiasa meng-upgrade kualitas diri ke arah yang lebih baik.

Dari segi setting karena buku ini nonfiksi (antologi kisah), maka semuanya menggunakan karakter yang nyata. Kisah mereka masing-masing dalam mengaplikasikan materi kelas BunSay. Buku setebal 108 halaman ini gayanya sama dengan buku antologi lainnya.

Hanya saja yang membuat style-nya orisinil adalah para kontributor penulis perlu menanti dahulu selama satu tahun barulah bisa membuatkan tulisannya, jadi benar-benar telah dialami terlebih dahulu (bukan sekadar wacana), dan versi seperti ini baru pertama kali diterbitkan oleh Kipma Publishing selaku penerbitnya. Divisi penerbitannya Ibu Profesional.

Karena bukan novel makanya events yang dimunculkan rata-rata told, bukan shown. Yang membuat mata saya enjoy membaca buku ini, jenis font-nya menarik, mungkin Arial Narrow atau apa, yang jelas senang melihatnya.
(segala sesuatu menurut hakikat yang sebenarnya). Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia (surga).” (QS. An-Nuur: 23-26)

Akhi, ukhti, yuk baca tulisan lengkapnya di Rumaysho:
https://rumaysho.com/17469-faedah-surat-an-nuur-14-laki-laki-baik-untuk-perempuan-baik.html
Menarik membaca bagian yang ditulis oleh Ketua Institut Ibu Profesional saat ini, Mbak Itsnita Husnufardani, tentang menjaga nyala fitrah kewanitaan. Menurut fasilitator kelas Bunsay Pranikah ini, kini banyak fitrah perempuan yang tergerus bahkan hilang, baik karena perubahan zaman maupun usia.

Penyebabnya antara lain; sekolah formal yang terlalu maskulin berorientasi kognitif akademis semata, lingkungan pekerjaan yang menuntut profesionalitas sama seperti kaum laki-laki dan peran ganda perempuan, pada saat yang sama ibu harus memainkan pula peran ayah. 

Bagaimana agar fitrah kewanitaan tetap terpatri dalam diri seorang perempuan di tengah gempuran zaman? Terlibatlah dalam peran-peran yang menjaga kadar sisi feminitas, misalnya memilih berkarya di bidang pendidikan, kesehatan, sosial, anak-anak, sebab fitrah seorang perempuan dekat dengan hal-hal merawat, empati, sehingga fitrah kewanitaannya tetap terjaga.

Yakinlah semua perempuan pasti bisa melakukannya meski ia kurang suka bergaul dengan anak-anak, umpamanya. Karena Allah SWT telah meng-install  dengan baik fitrah sebagai seorang perempuan dalam dirinya.

Di bagian akhir mata saya berkaca-kaca membaca tulisan Mbak Enes Kusuma, Ketua Yayasan School of Life Lebah Putih, putri sulung founder Ibu Profesional, Bu Septi Peni Wulandani dan Pak Dodik Maryanto yang baru saja melangsungkan pesta pernikahannya. Kontemplasinya teramat dalam saat ia menuliskan, 

"Saya rasa tidak adil bagi orang tua saya yang telah mendidik saya sejak kecil untuk digantikan dengan ia yang tidak sesuai dengan harapan beliau berdua. Orang tua saya selalu meningkatkan kualitas diri untuk bisa membersamai saya. Apa iya saya sanggup menerima orang dengan kualitas tak sebanding untuk menjadi imam saya? Jangan sampai kita mengira pernikahan itu hanya tentang kita. Tentang aku dan dia. Ini juga menyangkut orang tua dan seluruh harapan yang hadir di dalam prosesnya. Rida orang tua itu penting dalam mengawal sebuah fase kehidupan yang baru."

Saya lantas berangan-angan, bagaimanakah putri saya sepuluh tahun kelak? Akankah ia memosisikan orang tuanya di sebaik-baik kedudukan ketika akan menempuh hidup barunya? Sebuah PR untuk saya dan suami. Jika ingin anak sekualitas Mbak Enes, introspeksi diri terlebih dahulu, sudahkah orang tuanya juga sekualitas Bu Septi dan Pak Dodik. Jikapun tidak menyamai mereka, minimal setengahnya saja sudah lumayan.

Betapa tugas mendidik itu bukan sesuatu yang dikerjakan main-main, mesti ada ilmunya, harus konsisten pengamalannya sampai anak-anak bisa hidup mandiri, sampai akhir hayat, bahkan doa anak-anak yang saleh-lah yang orang tua rindukan di alam barzakh kelak. 

So, bagi pembaca yang singlelillah, bisalah membeli buku ini. Bagi yang sudah married juga boleh, buat menambah wawasan untuk diri sendiri, maupun dijadikan kado untuk adik perempuan yang belum ketemu jodohnya. Agar ia pun termasuk ke dalam bagian mereka yang senantiasa meng-upgrade kualitas diri dalam penantian suci.

Untuk pemesanan bisa ke KIPMA Publishing:
No. HP/WA: 082297577879 dengan Mbak Lamia. 
Email: kipmaiip@gmail.com
Harga sepertinya masih Rp. 52,500,- belum ongkir (kalau tidak ada perubahan)















49 komentar untuk "Meng-Upgrade Kualitas Diri Dalam Penantian Suci"

  1. Kak, keren banget sih mengatur waktunya.
    Udah sibuk banget jadi ibu dan dosen, tapi sempet ikut iip dan nyelesain semua challenge.
    two tumbs up gak cukup buat kakak.
    Pinjam jempol kaki deh, jadi 4 ♥♥♥

    BalasHapus
  2. Aku kepengen juga waktu itu daftar IIP, tapi watir nggak bisa menuntaskan tugas²nya. Sekarang lebih ke praktek deh dan baca teori-teori mendidik anak seiring si kecil tumbuh dan berkembang

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mbak gpp, apapun itu yg ptg ada niat buat belajar jd ortu yg baik, insyaallah jalan slalu terbuka

      Hapus
  3. Bukunya keren bin mantab djiwa kakaaa
    Iya penting bgt buat ibu dan calon ibu utk belajarrr tiada henti
    baca buku ini salah satu caranya
    --bukanbocahbiasa(dot)com--

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mbak, kita doain smoga para penulisnya cpt ketemu jdh yaa

      Hapus
  4. Salut banget liat single belajar parenting, biar melek sedari single, jadi ibu itu bukan sekadar gemes punya bayi hihihi.

    Btw salut ih dengan manajemen waktunya, saya mah kadang sulit banget punya waktu untuk baca buku :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah, ini bener banget. Kl sekadar gemes liat bayi abis itu gak mau ngurusnya wkwk

      Hapus
  5. Menginprirasi banget mba ini dari challage yang di ikuti berpegang teguh dengan waktu yang sudah di tentukan,kalo aku sih palingan dah kibar bendera putih,,hihihi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salah 1 nya krn pingin banget buat diterapin ke anak² Mbak, mknya semangat

      Hapus
  6. Bener nie aku dlu pas single tak habisin waktu seneng2 sama happy2 enggak kepikiran buat ilmu parenting se kece ini dah...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Perlu jugalah having fun biar waktu tuanya gak heboh pingin ngerasain, hihi

      Hapus
  7. aku juga masih single tapi juga belajar parenting. biasanya ngangkat kasus, diskusi sama teman. atau baca blognya teman2, atau curhatan teman2 di medsos, untuk menyimak sudut pandang yang lain

    tapi kayaknya aku tetep perlu buku ini deh
    biar makin mantep ilmunya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Cuss Mbak order ke penerbitnya lgsg, murce kok hehe

      Hapus
  8. Ya, saya juga sering mikir mba, ketika anak2 sudah tiba waktunya memiliki pasangan, saya berharap mereka sungguh mengingat kita sebagai orang tuanya.
    Sehingga kedepannya kita dan menantu kita juga saling menyayangi, gak saling berburuk sangka.

    Naudzubillahi min dzaliik..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jangan kayak mertua-menantu di Ind*siar yahh, udah kek T*m & Jerry aja wkwk

      Hapus
  9. bismillah, rasa saling sayang menyayangi emang penting banget, dan btw keren penamaan singelillah hehehehe kreatif kak.... semoga ketularan semangat positifnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Singlelillah itu saya kutip dr salah satu kontributor penulis yg msh single itu. Mereka menyebut dirinya spt tu. Temennya "jojoba" x yaa...

      Hapus
  10. Aku juga singlelillah dan suka banget tema parenting 😀 Karna aku merasa aku adalah produk parenting jadul, dmn orang tua sudah merasa cukup dengan hanya menyekolahkan saja hehe. Banyak banget ilmu2 yang aku dapat dari belajar parenting, dan karna mempelajari hubungan antar manusia, jd menarik sekali. Gak habis2 yang dibahas!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benul, hub antar anak n ortu itu unik ya. Semangat Mba Kartika

      Hapus
  11. Salut pada Mbak Mia. Di tengah aktiitas utama, masih ikut kelas menulis dan penilaiannya bagus semua. Soalnya menyelesaikan tulisan sesuai DL, itu salah satu kunci penulis sukses.
    Dan buku ini sangat menginspirasi ya, Mbak. Banyak nilai-nilai pelajaran terkandung di dalamnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Gitu ya Mas, fulfill the deadline, yes. Okay deh

      Hapus
  12. Keren sekali bu dosen satu ini. Sesibuk apapun masih sempat menulis dan bisa ikutan Ibu Profesional. Istri saya juga ikutan yang di Bogor.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salam ibu profesional yaa buat Mrs. Erfano, hehe

      Hapus
  13. Kak miaa,
    Kadang malu lah anak gadis ini dengan buk dosen, istri, ibu tapi tiap hari nulis blog,
    Masyaallah, semoga berkah ya kakakkuuu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Una yg hebat lohh, sdg diamanahi mengurusi ibunda yg sdg sakit. Ya Rabb, anak berbakti, anak baek budilah Una ni.

      Hapus
  14. Setuju, idealnya ilmu parenting dimiliki jauh sebelum kita mnj orang tua. Pun kalaupun dulu blm cukup menimba ilmu, bisa juga dipelajari saat mnj ortu. Yang penting semangat untuk selalu up grade diri.

    BalasHapus
  15. Keren ya Mbak, masih single tali bisa upgrade diri dengan karya2. Semoga kita juga bisa menimba ilmu ga hanya parenting tapi juga sabar. Serta jadi contoh anak2 kelak

    BalasHapus
  16. Masya Allah,,, salut ama penulis buku ini. Masih single tapi telah bersiap menuntut ilmu tentang pengasuhan anak dan terus berupaya meningkatkan kualitas dirinya. saya dulu? boro-boro. hiks. rasanya ingin mengulang waktu.

    Tapi tiada yang perlu disesali. semuanya patut kita syukuri dan jalani. Sekaranglah saatnya untuk terus belajar.....

    BalasHapus
  17. Setuju banget menjadi ibu ( juga Ayah) itu sebaiknya ada dasar ilmunya. Karena bukan soal berapa waktu yang kita punya bersama anak tapi soal apa yang kita bisa ajarkan pada mereka

    BalasHapus
  18. Pengaturan waktunya luar biasa, saya yang emak-emak tukang kegulung deadline dan keteteran langsung ciut nih hihi
    inspiratif bangett

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kl Mbak Nuniek orderan blognya kan buanyak hihi, lanjutken

      Hapus
  19. aku lagi lumayan tertarik ini dengan beberapa buku parenting, sekalian buat persiapan saja suatu saat pasti akan berguna ilmunya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pasti Mas... Coz ummi madrasahnya, ayah kepala sekolahnya lohh, jd mesti punya ilmu juga

      Hapus
  20. Walau aku masih belum menikah, aku tertarik untuk membaca hal2 yg kaitannya dengan ilmu parenting loh mbak. Bahkan juga pernah membagikan informasi parenting dari blogger2 parenting yg udah aku baca ke kakak aku juga, supaya sama2 belajar, walau doi udah menikah wkkwkwkw.
    Ini quotenya menohok mbak, Apalah artinya ilmu tanpa amal, huhuuu
    TFS Mbak ^_^

    BalasHapus
  21. jadi kepikiran juga dengan anak saya 10 tahun dan 20 tahun ke depan gimana ya ?
    sekarang usianya 8 tahun
    ya beri pendidikan agama dengan memasukan ke SDIT
    di rumah mulai dikenalkan tentang keluarga, hubungan keluarga dan menjadi wanita yang menjaga aurat dan akhlak
    semoga bisa menjadi bekalnya saat mandiri dan dewasa nanti

    BalasHapus
  22. Kak, bukunya dijual bebas gak ya? Jd pengen baca bukunya lebih lengkap Kak. Banyak bgt rasanya ilmu yg harus saya ambil dr para pendidik seperti Bu Septi, salut bgt liat anaknya yg juga cetar

    BalasHapus
  23. Wah ini buku bagus buat kado temen yang masih single ya. AKu dulu pas masa2 galau juga suka baca buku dengan tema sejenis xixixi :D
    Berarti bukunya gak dijual bebas di tokbuk ya mbak? Langsung hubungin ke penerbitnya kalau mau order?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mba April, ada saya cantumkan di akhir artikel, kan

      Hapus
  24. Upgrade diri untuk para singlelillah dan pasangan yang sudah halal.

    Semoga buku ini membawa berkah yah*

    BalasHapus
  25. Menarik ini, ulasan tentang sebuah karya plus proses yang mendasari lahirnya buku tersebut. Memang sebuah karya enggak hanya bisa dinilai dari isi yang tersirat saja, melainkan dari proses penciptaannya juga bisa menjadikan nilainya bertambah.

    Kelihatan banget kalau penulis artikelnya juga sosok yang inspiratif. Good Job, kak.

    BalasHapus

Pesan dimoderasi, terima kasih telah meninggalkan komentar yang santun. Sebab bisa jadi Anda dinilai dari komentar yang Anda ketikkan.