Dosen Kok Nge-blog? Ini Alasannya
Dosen itu kerjaannya apa aja ya?
Dosen kok nge-blog? Sebenarnya sih gak ada yang menanyakan ini. Cuma sayanya aja yang merasa "lain" sendiri ketika memperhatikan rekan-rekan sejawat sesama dosen yang jarang memiliki blog pribadi. Apalagi situs jejaring sosial untuk para akademisi sudah banyak lho, ada Research Gate, Linkedin, Academia.Edu, dan lain-lain.
Mungkin sebagian mereka aktif di platform itu jadi sulit bagi waktunya buat nge-blog. Saya sih punya juga akun-akun tersebut, hanya gak terlalu aktif. Saya maklum, menjalani profesi dosen kurang lebih lima belas tahun ini, saya sendiri merasakan banyaknya tugas-tugas dosen. Semua pekerjaan itu terangkum di dalam Tri Darma Perguruan Tinggi.
Mungkin sebagian mereka aktif di platform itu jadi sulit bagi waktunya buat nge-blog. Saya sih punya juga akun-akun tersebut, hanya gak terlalu aktif. Saya maklum, menjalani profesi dosen kurang lebih lima belas tahun ini, saya sendiri merasakan banyaknya tugas-tugas dosen. Semua pekerjaan itu terangkum di dalam Tri Darma Perguruan Tinggi.
Bidang a: Pendidikan dan pengajaran
Bidang b: Penelitian
Bidang c: Pengabdian masyarakat
Khusus di PTM (Perguruan Tinggi Muhammadiyah) ada Catur Darma Perguruan Tinggi, satu lagi yaitu Al Islam Kemuhammadiyahan. Nah, masing-masing bidang kewajiban itu kalau dirinci jadi beranak dan bercucu. Pendidikan dan pengajaran terdiri dari melaksanakan perkuliahan, mengembangkan bahan ajar, mengevaluasi kompetensi mahasiswa, mengawas UTS/UAS, membimbing skripsi mahasiswa, mendampingi PKM (Program Kreativitas Mahasiswa), dan menguji skripsi mahasiswa.
Bidang b, menyusun usulan riset, melaksanakan penelitian, membuat laporan, menghasilkan luaran berupa artikel ilmiah di jurnal nasional terakreditasi dan jurnal internasional bereputasi. Lalu bidang c menyusun proposal pengabdian masyarakat, yang didahului dengan kunjungan ke calon mitra, untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat dan mencarikan solusi terkait transformasi IPTEK yang dapat dilakukan dosen untuk peningkatan kualitas hidup masyarakat.
Belum lagi unsur penunjang aktivitas dosen seperti menjadi struktur dalam badan universitas. Seperti saya menjadi anggota PSGA (Pusat Studi Gender dan Anak) UMSU. Setelah sebelumnya pernah menjadi anggota PKSK (Pusat Kajian dan Studi Konstitusi) UMSU. Saat ini pun diamanahi menjadi koordinator SRCC Fakultas Hukum UMSU (Student Research and Creativity Centre) yang merupakan perpanjangan tangan dari SRCC universitas yaitu SRCC UMSU.
Nah, bayangkan saja seabrek kegiatan itu juga mesti dibagi secara adil dengan peran seorang dosen di dalam keluarganya. Saya misalnya, ibu empat anak dengan usia si bungsu dua tahunan. Maka tidak salah jika Prof. Ishomuddin dari UMM menggambarkan sosok dosen seperti ini:
Pekerjaan yang tiada habisnya |
Menurut saya, kalau beliau masih mending ada istri yang menyiapkan sarapan, makan siang dan makan malam. Nah, kalau saya, ya diri sendirilah. Menyiapkan hidangan buat suami dan anak-anak, pokoknya me-manage satu rumah beserta segala isinya. Komentar julid pasti bilangnya gini, "Ya... siapa suruh mau jadi dosen, rasain!." Tapi ya sudahlah pesan almarhumah ibu saya,
"Dijalani saja. Insyaallah profesi dosen cocok untukmu, banyak pahalanya, dan agar anak-anakmu kelak bisa meneladani ibunya yang rajin belajar."
Itulah wejangan ibunda sesaat setelah nama saya muncul di antara ribuan nama peserta Seleksi CPNS LLDikti (dulu namanya Kopertis Wilayah I NAD-Sumut), tahun 2004 silam. Pesan itulah yang senantiasa terngiang-ngiang sampai sekarang, menginspirasi dan menyertai langkah-langkah saya menjalani profesi ini.
Lalu bagaimana sosok dosen yang ideal? Kira-kira seperti ini:
Dosen yang ideal |
Alhamdulillah beberapa sudah saya raih, kedepannya insyaallah akan dicapai secara bertahap. Saya menyadari sepenuhnya kewajiban saya sebagai istri dan ibu pun ada. Tidak semata mengejar profesionalitas sebagai dosen namun juga proporsional menyeimbangkan keduanya. Apalagi anak-anak saya masih kecil dan mereka pasti membutuhkan perhatian dan kehadiran saya.
Trus, dosen kok sempat-sempatnya nge-blog?
1. Karena memang memiliki hobi baca-tulis
Awal mula saya berkenalan dengan dunia narablog (sebutan bahasa Indonesia bagi blogger), pada saat menempuh studi magister di Universitas Sumatera Utara (USU), Medan. Saat di perpustakaan digital, mencari bahan referensi online untuk tugas menyusun paper, saya bertemu dengan blog seorang profesor.
Wah, menarik nih, pikir saya. Kok kayaknya keren ya. Beliau yang memiliki jenjang jabatan tertinggi di fungsional dosen saja (baca: profesor), masih meluangkan waktu menjadi narablog. Kenapa saya yang cuma butiran debu ini gak mencoba juga? Hobi saya memang membaca dan menulis, plus profesi juga menuntut untuk terus menerus melakukan kedua aktivitas literasi tersebut.
Wah, menarik nih, pikir saya. Kok kayaknya keren ya. Beliau yang memiliki jenjang jabatan tertinggi di fungsional dosen saja (baca: profesor), masih meluangkan waktu menjadi narablog. Kenapa saya yang cuma butiran debu ini gak mencoba juga? Hobi saya memang membaca dan menulis, plus profesi juga menuntut untuk terus menerus melakukan kedua aktivitas literasi tersebut.
Setelah memiliki blog sendiri yang waktu itu namanya nurhilmiyah.blogspot.com, mulailah saya mengisinya dengan tulisan-tulisan ringan seputar keseharian saya. Ada juga materi ajar, dan cerita soal tumbuh kembang anak kami.
Postingan blog sempat terhenti sama sekali saat saya belakangan malah asyik dengan situs jejaring sosial microblogging seperti Facebook, Twitter (dulu belum ada Instagram) saya juga gak punya akun di Friendster, Myspace dan lain-lain tetapi saya tahu. Waktu itu tahun 2008-2009 saya juga disarankan membuat akun Facebook oleh salah seorang teman sekelas. Menulis blog kok jadi ngebosenin yah.
Sampai akhirnya saya menjadi member komunitas ibu-ibu yang se-ideologi soal kepengasuhan anak, salah satu bentuk setoran tugasnya, melalui blog. Maka saya pun aktif kembali nge-blognya.
Postingan blog sempat terhenti sama sekali saat saya belakangan malah asyik dengan situs jejaring sosial microblogging seperti Facebook, Twitter (dulu belum ada Instagram) saya juga gak punya akun di Friendster, Myspace dan lain-lain tetapi saya tahu. Waktu itu tahun 2008-2009 saya juga disarankan membuat akun Facebook oleh salah seorang teman sekelas. Menulis blog kok jadi ngebosenin yah.
Sampai akhirnya saya menjadi member komunitas ibu-ibu yang se-ideologi soal kepengasuhan anak, salah satu bentuk setoran tugasnya, melalui blog. Maka saya pun aktif kembali nge-blognya.
Kira-kira saya seperti ini gak yaa? / Unnes.ac.id |
Bergabung di komunitas narablog seperti Blogger Sumatera Utara semakin memotivasi saya untuk membenahi blog. Maka dibantu salah satu founder Blogsum, saya membulatkan tekad meng-upgrade blog jadi TLD (Top Level Domain). Setelah musyawarah dengan suami, saya mengusung nama fadlimia.com. Sebab beliau juga ingin ada namanya di blog. Sementara untuk bikin blog dan menulisnya sendiri terus terang sudah tidak punya waktu lagi.
Maka jadilah nama kami berdua bertaut menjadi blog yang sekarang, redirect dari blog gratisan dulu. Biasanya nama anak yang berasal dari gabungan kedua nama ortunya ya, kalau kami nama blog, hihi.
Maka jadilah nama kami berdua bertaut menjadi blog yang sekarang, redirect dari blog gratisan dulu. Biasanya nama anak yang berasal dari gabungan kedua nama ortunya ya, kalau kami nama blog, hihi.
2. Jurnal Ilmiah Saja Tidak Cukup
Menurut Dr. Amie Primarni, founder-nya grup Dosen Menulis di Facebook, dosen menuliskan hasil pemikirannya di dalam jurnal ilmiah tidaklah cukup. Jurnal sebagai media curah gagasan hanya bersegmentasi untuk masyarakat akademis saja, tidak mampu menjangkau masyarakat awam, masyarakat keseluruhannya.
Saya sepakat dengan hal ini. Jangan dikira ketika seorang dosen sudah bangga dengan publikasinya yang mendunia lantas otomatis ia telah mencerdaskan masyarakat, belum tentu. Perlu mengalihbahasakan dari bahasa ilmuwan ke dalam bahasa yang dipahami oleh masyarakat.
Tugas kaum terpelajar seharusnya menjelaskan sesuatu yang rumit menjadi sesuatu yang sederhana. Bukan malah sebaliknya. Maka saya bela-belain nge-blog juga agar ada transfer pengetahuan yang mampu melewati pagar akademis. Ilmu bukan untuk dipajang di jurnal-jurnal mentereng terindeks Scopus semata, tetapi ia mestinya membumi, berfaedah bagi masyarakat akar rumput.
Tugas kaum terpelajar seharusnya menjelaskan sesuatu yang rumit menjadi sesuatu yang sederhana. Bukan malah sebaliknya. Maka saya bela-belain nge-blog juga agar ada transfer pengetahuan yang mampu melewati pagar akademis. Ilmu bukan untuk dipajang di jurnal-jurnal mentereng terindeks Scopus semata, tetapi ia mestinya membumi, berfaedah bagi masyarakat akar rumput.
3. Sebagai sarana hiburan
Siapa sih yang mau hidupnya ditentukan agenda melulu kayak robot? Bagaimana pun harus ada keseimbangan. Bagi saya, salah satunya ya dengan nge-blog ini. Melalui nge-blog komunitas saya jadi bertambah. Ya, komunitas tempat para narablog berkumpul dan saling support juga. Kata Richard Branson,
"Change does not happen through any one individual, Change happens through the power of communities."
Melihat-lihat blog teman-teman sesama blogger, saya pun termotivasi untuk step by step menata tampilan blog. Semuanya memerlukan waktu. Saya sungguh menikmati proses ini. Perjalanan yang tidak instan tapi dirasakan setiap inci kemajuannya. Semangat berubah ke arah yang lebih baik itu ternyata menular.
4. Personal Branding
Meski tidak terlalu maksa ingin meningkatkan karir lewat popularitas di dunia maya, paling tidak saya ingin agar orang-orang mengetahui saya sangat menikmati dunia kepenulisan. Dan informasi itu paling gampang dilacak.
Tinggal mengetikkan nama di search engine maka muncullah sederet track record dan semua tulisan. Bukan rahasia lagi di zaman now, Kemenristekdikti atau siapa saja yang akan memberikan reward atau penawaran, akan mencari terlebih dahulu info sebanyak-banyaknya tentang seseorang.
Selain aplikasi Google Scholar, SINTA, SISTER, SIMSDM dan BKDOnline (kok banyak sekali ya, hehe) tentunya jika dosen punya blog, semakin besar peluangnya untuk mengaktualisasikan diri.
Mengaku diri sebagai penulis, tentu harus siap dilihat bukti-bukti dan hasil penulisannya, kan. Nah, salah satunya lewat blog, pembaca bisa melihat gaya tulisan, vocabulary range, wawasan dan sebagainya.
Tinggal mengetikkan nama di search engine maka muncullah sederet track record dan semua tulisan. Bukan rahasia lagi di zaman now, Kemenristekdikti atau siapa saja yang akan memberikan reward atau penawaran, akan mencari terlebih dahulu info sebanyak-banyaknya tentang seseorang.
Selain aplikasi Google Scholar, SINTA, SISTER, SIMSDM dan BKDOnline (kok banyak sekali ya, hehe) tentunya jika dosen punya blog, semakin besar peluangnya untuk mengaktualisasikan diri.
Mengaku diri sebagai penulis, tentu harus siap dilihat bukti-bukti dan hasil penulisannya, kan. Nah, salah satunya lewat blog, pembaca bisa melihat gaya tulisan, vocabulary range, wawasan dan sebagainya.
5. Sebagai "legacy" bagi anak cucu
Saya berusaha menulis sebanyak-banyaknya. Di media apa saja, ya buku, jurnal ilmiah, medsos, dan blog, dengan harapan anak cucu saya kelak dapat menapaktilasi hasil pemikiran ibunya. Semoga saja suatu saat nanti mereka tidak malu dan syukur-syukur bangga, memiliki ibunda yang tulisannya bertebaran di dunia maya.
Insyaallah diusahakan tulisan yang berisikan kebaikan dan inspirasi. Agar buah dari kebaikan pula yang menjadi warisan tak ternilai, menjadi legacy bagi keturunan saya.
Insyaallah diusahakan tulisan yang berisikan kebaikan dan inspirasi. Agar buah dari kebaikan pula yang menjadi warisan tak ternilai, menjadi legacy bagi keturunan saya.
Yah, begitulah alasan saya (kembali) nge-blog. Mudah-mudahan saya bisa konsisten ya dan blog saya bisa berisikan tulisan-tulisan yang bermanfaat bagi pembacanya. Amin. Oya, terima kasih sudah membaca sampai selesai.
Keren kalau seorang dosen masih menyempatkan untuk ngeblog dan berbagi informasi dan pengetahuan lewat blog.
BalasHapusKalau ngeblog buat saya jadi kayak terapi dan hiburan gitu mbak...
Semangat ngeblog ya mbak!
Saya pun hehe... Semakin banyak nulis semakin merasa lebih baik insyaallah
HapusDosen juga manusia ya, Mas, punya hati dan rasa, jadi wajarlah kalau di antara berpuluh-puluh aktifitas tetap bisa memasukan list buat ngeblog. Eh, kapan meridnya? #ups
BalasHapusWkwk, saya buibu lohh udah punya anak 4
HapusIni benar sekali
BalasHapusDosen menulis hasil pemikirannya di dalam jurnal ilmiah tidaklah cukup.
Karya ilmiah yang sulit diakses masyarakat kurang bermanfaat menurut saya. Salut banget sama dosen yg ngeblog, ilmunya bisa lebih meluas dan dipahami orang awam
Bahkan ada dosen yg nge-vlog juga Mbak. Dosen ITB. Kontennya berfaedah beud, gak cm bagi mahasiswanya tp jg bg masyarakat luas.
HapusKak mia emang super ♥
BalasHapussaya selalu terpukau dengan kegiatan kak mia yang udah repot, tapi masih sempat nulis hingga banyak buku yang sudah terbit.
Pokoknya best lah ♡♡♡
Haishh, makin dibilang gitu makin malulah kk, Cha... Rasanya blm maksimal, masih banyak main²nya kok.
HapusDosen "WAJIB" ngeblog!
BalasHapusKarena ilmu dan wawasan itu patut dibagikan kepada khalayak luas, dalam hal ini netizen.
--bukanbocahbiasa(dot)com--
Kl wajib berarti kudu ya Mbak, hihi... Soalnya kadang masih suka sih kl mau nulis yg serius dikit, ah ntar ah, nge-jurnal dulu, hehe.
HapusSaya amat setuju kalo pengajar itu ngeblog atau ngvlog. Dengan menulis atau bikin video kita bisa berbagi lebih banyak dan lebih bebas dari pada saat berdiri di depan kelas dengan segala keterbatasanya.
BalasHapusBetul sekali, Mbak Dona
HapusAh klo suka nulis mah, profesi apapun pasti pengen ngeblog. Kan bisa nulis sesuka hati kita. Blog blog guweh hehehe semoga aja yang kita tulis bisa bermanfaat ya buat orang lain, aminnn
BalasHapusHehe, iyepp Kaka
Hapussetuju mba Tika, wong saya yang emak2 dasteran juga 'me time' nya nge blog hihihihi
HapusHeheh
HapusNge blog meningkatkan literasi. Jadi in line sama dosen, terutama dosen jaman now yang mau share msteri kuliah dalam bentuk yang berbeda
BalasHapusJadi tantangan tersendiri ya Mbak. Gimana bikin materi kuliah yg rada membosankan jd menarik n mhswanya aktif
HapusJustru keren sekali, Mbak Mia. Dsri membaca og Mbak Mia, saya jadi tau banyak hanya yang selama ini bum saya ketahui. Misalnya lemaron soal harus harus melapor harga kekayaan yang Mbak Mia ulas secara rinci. Makanya saya suka mampir ke blog Mbak Mia.
BalasHapusHehe, makasih ya
HapusHebat banget dosen masih sempat ngeblog kk. Setuju ama blog yang bisa jadi sarana hiburan. Karena ngeblog itu seru, dan nambah ilmu juga ya.
BalasHapusMasih terus me-manage waktu nih, Dev. Soalnya jangan sampai tugas utama (kampus & keluarga) keteteran demi konten blog
HapusCita-cita saya dulu jadi dosen, tapi pupus karena kuliahnya aja enggak tamat. Hehe.
BalasHapusTapi gak apa, sekarang jadi tukang nulis artikel udah seneng, ini yang paling cocok..
salut banget mbak, masih bisa atur waktu dengan baik, kalo saya nih...kayaknya bakalan keteteran seketeteran-keteterannya :D
Jadi dosen zaman now beda ama dosen kita dulu, Mbak. Banyak banget tuntutannya, publikasi internasional, visiting academic dan lain².
HapusSalut padamu Mbak di tengah kesibukan masih meluangkan waktu untuk ngeblog. Beruntung saya bisa jadi salah satu pembaca blognya. Artikel yang dituliskan seseorang yang terbiasa menulis hal yang akademisi jadi terasa sekali bobotnya. Ini yang membedakan dengan blog ibu rumah tangga seperti saya yang biasanya hanya didasari pengalaman di keseharian. Sukses terus dengan aktivitas ngeblognya ya. Semoga terus semangat berbagi manfaat bagi sesama. Oh ya, saya ada teman satu komunitas, dosen di Bandung, blogger aktif juga, Mbak Tri Wahyu Handayani. Ngeblognya keren juga tuh, siapa tahu mau kenalan sesama dosen.
BalasHapusWalah, kalau saya malah ndak pede sama artikel²nya Mbak Dian. Isinya keren² beud, review jalan² keluar negeri terus.
HapusMakasih rekom temannya ya Mbak. Thanka for comment
Jadi inget nama domain yg judulnya DosenBlog apa gitu mbak
BalasHapusKeren deh, Dosen yg jam terbangnya tinggi pun masih bisa membagikan waktu untuk keluarga, perkuliahan, serta menyempatkan dengan menulis mbak.
Menulis emang self healing dan penyaluran yg baik untuk apapun, Apalagi tulisannya ini bener2 terstuktur mbak, masyaallahh
Semoga terus istiqomah yahh mbak
Siapp, thanks for info yaa Mbak Rohmah. Seneng punya teman² spt kalian. Suka menularkan energi positif
HapusKalo menurut ku ngeblog itu bagus buat siapa aja. Selain sebagai penyalur hobi nulis, ngeblog pun bisa berbagi ilmu yang bermanfaat buat banyak orang
BalasHapusAkur deh Mbak. Tks
HapusSalut mbak. Aktivitas ngedosen tuh biasanya padat. Tapi udah bisa nyempetin ngeblog tuh udah membanggakan sekali. Tulisnnya berbobot pula. Salam kenal, mbak. Saya new blogger nih. Heheheh
BalasHapusSalam kenal Mbak Malica... Makasih apresiasinya yaa
Hapuskomunitas ibu-ibu yang se-ideologi soal kepengasuhan anak, salah satu bentuk setoran tugasnya...
BalasHapusSaya membayangkan Kelas Bunsay di Komunitas Ibu Profesional. Benarkah?
Dosen harus ngeblog, menurut saya. Sebagai bagian dari pengabdian masyarakat juga.
Hehe, Ipers juga yaa Mbak Susi... Pengabdian masyarakat netizen ya kan Mbak hehe
Hapustiap orang memang memiliki caranya sendiri, mungkin sebagian orang tidak suka nulis di blog tapi mereka suka nulis di koran, lebih tertantang. Namun, apapun profesi kalau disejalankan dengan hobi pastinya menyenangkan dilakukan....
BalasHapusSaya aktif nulis di surat kabar sekitar tahun 2012 sd 2014, Mbak Citra. Abis itu balik ke rutinitas deh, gak rajin lg.
HapusSebenernya gak ada yg salah ya dari punya blog. Bahkan mahasiswa/i skrg diwajibkan ada blog dan sosmed lain untuk share tugasnya.
BalasHapusBlog juga seru buat cerita2 biar dibaca lain waktu kan yaa
Sipp
HapusSuper keren ini mah Mbak. Dosen aja yabg kesibukannya seabreg masih sempat ngeblog. Apalah saya yang full IRT. Maluuu
BalasHapusToss kitaaa... Saya kan IRT jugaa
HapusThumbs up buat bu Dosen yang konsisten ngeblog dan lengkap sekali ulasannya.
BalasHapusAku doakan semoga istiqomah ya, Mak*
~ semangat berkarya ~
Aamiin, thanks for the suppport yaah, masamaa
HapusMasyaAllah, Barakallah kk. Keren kali lah bu dosen ini, aktif disemua bidang.
BalasHapusAamiin, makasih
HapusSmoga smakin brmnfaat ya kak miaaa <3
BalasHapusAamiinn makasih, Elsa
HapusNancep banget paragraf ini kak,
BalasHapusTugas kaum pelajar harusnya menerjemahkan yang sulit ke mudah...
Btw aku punya pesantren dulu, sekarang jadi dosen di UII Jogja, dan yaaaa dia sibuk bangeet, termasuk penelitian, jurnal dan lainlain itu hahaha
Haha salut liat kak miaa punya bocah tapi masih bisa ngeblog, dengan profesi dosen
Semoga berkah yaa kakkakkuu
Aamiin,, syukron yaa... Unaa
HapusGak ada yang salah sih kak. Justru malah makin bagus. Kalo sosail media kan gak bisa lama diakses dan tidak se public blog. Jadi jangkauan sasaran ilmunya bisa lebih luas.
BalasHapusBetul kak. Asalkan yg ditulis dan share bermanfaat, itu jauh lebih baik dri pada punya sosial media. Tpi postingannya gak mencerminkan seorang educator. Smngt terus kk
Salut sama kk, sebagai dosen pastinya kk sudah banyak kerjaan di luar sana yg menyita waktu tp kk masih sempat buat ngeblog, mantul kk koe :)
BalasHapusKayaknya zaman sekarang blog itu udah sama seperti medsos atau buku harian ya. Jadi siapa aja emang butuh ngeblog. Malah kayak TKW di luar negeri itu juga ada perkumpulan bloggernya, biar tetap bisa berpikir jernih kalo kita sering ngeluarkan uneg uneg lewat tulisan.
BalasHapusMasya Allah ibu dosen yang ngeblog, keren sekaliii. Penyampaian ide dan gagasan bukan hanya di ruang kelas saja tapi juga di dunia Maya Dan bisa diakses ileh semua orang
BalasHapusSemangat terus ya kak, kalau dosennya rajin ngeblog ada manfaatnya juga sama mahasiswanya, bisa nularin semangatnya
BalasHapus