Suatu Aliran Rasa Dari Seorang Anak Dosen
Sumber foto: dok. pribadi |
Abang dan kakak tahu gak, kalau ibu dosen yang on time hadir di depan kelas abang dan kakak itu telah berjuang keras untuk sampai tepat waktu? Bundaku bangun jauh sebelum subuh, menyiapkan sarapan abang dan kakakku yang masih SD, mendandani aku juga untuk dititipkan di daycare. Bahkan bunda tidak sempat sarapan karena sangat pagi dan merasa belum lapar. Bunda begitu menjaga sekali agar tidak terlambat sampai di hadapan abang dan kakak mahasiswa.
Dear abang dan kakak mahasiswa...
Seringkali bundaku heran, melihat beberapa abang dan kakak mahasiswa koq telat sampai di kelas? Apakah abang dan kakak mengurusi rumah seperti yang dilakukan bunda? Atau juga momong bayi seperti aku hingga harus terlambat sampai di kampus? Tentu tidak 'kan. Mestinya abang dan kakak menaati kontrak perkuliahan yang telah disampaikan bunda di pertemuan pertama semester ini. Malu dong, Bang, Kak... masa' kalah sama bunda yang ibu anak empat. Duluan bunda yang tiba baru setelahnya abang dan kakak tiba di kelas.
Dear abang dan kakak mahasiswa....
Bunda bilang, terkadang ada abang dan kakak mahasiswa yang suka ngobrol di dalam kelas. Padahal suara bunda sudah lumayan keras lho, bisa terdengar hingga ke belakang, cuma tetap kalah kalau abang dan kakak tidak peduli. Bunda ngajar gak pakai microfon, jadinya sering kalah jumlah dengan abang dan kakak mahasiswa yang bikin tingkah aneh-aneh di belakang.
Kuliah itu bukan kewajiban lho, Bang, Kak... tetapi hak setelah orang tua abang dan kakak mahasiswa menyelesaikan pembayaran uang semesteran. Jadi, alangkah ruginya jika abang dan kakak tidak serius dan malah menganggap kuliah ini main-main saja. Saat bunda menjelaskan sub topik bahasan hukum perusahaan, eh, ada abang dan kakak yang duduk di bagian belakang malah ketawa-ketiwi.
Untungnya bundaku sudah terbiasa menangani situasi seperti itu, sebab di rumah pun abang dan kakakku mesti dinasehati ini itu. Terutama jika abangku yang kelas lima SD susah dibangunkan untuk shalat subuh. Namun mestinya beda dong, abang dan kakak mahasiswa kan sudah lebih gede dari anak-anak bunda di rumah, masa' di dalam kelas gak bisa woles. Tapi sayang, kalau bunda menanyakan tentang topik bahasan badan hukum, misalnya, waktu belajar di mata kuliah Hukum Dagang dan Bisnis, abang dan kakak malah diam seribu bahasa, gak bisa menjawab.
Dear abang dan kakak mahasiswa...
Tahukah kalian bahwa ada kalanya bunda sampai mengorbankan waktu bercengkeramanya dengan kami anak-anak bunda, demi menyusun RPS mata kuliah. Membaca lagi bahan-bahan ajar dan memperbaharuinya dengan contoh-contoh yang aktual agar abang dan kakak mahasiswa mendapatkan materi kuliah yang up to date. Belum lagi jika bunda menyusun proposal penelitian dan atau pengabdian masyarakat.
Saat kami sudah terlelap bersama dongeng bunda, saat itulah bunda bangkit perlahan dari tempat tidur, menghidupkan laptopnya dan mulai mengetik sampai larut malam. Memang demikian tugas bunda. Mengembangkan keilmuan dalam mata kuliah berbasis penelitian. Sungguh kami tidak tega melihat ritme kerja bunda. Kami khawatir bunda jatuh sakit. Tapi kami bisa bilang apa?
Dear abang dan kakak mahasiswa...
Bunda sangat berharap abang dan kakak mahasiswa menikmati proses pembelajaran bersama bunda. Apalagi amanat Kemenristekdikti, abang dan kakak yang mesti lebih aktif di kelas, Student Centered Learning, ya, namanya. Bunda sebagai mitra dan fasilitator belajar di kelas. Agar abang dan kakak proaktif dalam memahami materi perkuliahan. Kuliah tak hanya berorientasi pada nilai di atas kertas. Penguasaan kompetensi keilmuan dan karakter yang baik, ditransformasikan para dosen sebagai bekal di masa depan. Bunda mendoakan semoga abang dan kakak mahasiswa kelak, lulus dan menjadi sarjana yang ilmunya berguna bagi nusa dan bangsa.
Posting Komentar untuk "Suatu Aliran Rasa Dari Seorang Anak Dosen"
Pesan dimoderasi, terima kasih telah meninggalkan komentar yang santun. Sebab bisa jadi Anda dinilai dari komentar yang Anda ketikkan.