Tidak Perlu Kuliah, Jika...
Dulu, guru pelajaran Bahasa Arab di Madrasah Aliyah menasehati kami di kelas. Katanya, nanti setelah lulus dari MAN, kalau tidak memiliki keinginan besar untuk kuliah sampai selesai, lebih baik tidak usah kuliah.
Sekilas pernyataan beliau itu terdengar provokatif, apalagi untuk siswa-siswi usia 17-an tahun. Lalu beliau menjelaskan, kuliah nantinya membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Selain uang kuliah per semester, ada biaya membeli buku pegangan, kertas dan tinta print buat makalah. Belum lagi untuk transportasi, makan, biaya kos jika kuliah di luar kota dan sebagainya.
Jika tidak dijalani dengan keinginan yang besar, maka sudah pasti semua sumber daya yang telah dikerahkan, baik materi maupun immateri, akan terbuang sia-sia. Andai si mahasiswa terus-terusan terlarut dalam kekhilafannya, tanpa ada keinginan untuk mengubah diri, ujungnya adalah DO.
Orangtua kecewa dan malu. Anak yang telah diperjuangkan dan juga dibanggakannya pulang dengan tangan hampa. Kemungkinan lain, dengan model belajar acak-acakan dan nilai pas-pasan si mahasiswa bisa juga lulus kuliah.
Guru saya menganalogikannya bagai mencari tempat jatuh yang lebih tinggi. Kalau "hanya" lulus Aliyah/sederajat, lalu tak memiliki pekerjaan sebaik yang lulusan sarjana, orang bisa memakluminya. Wajar, tamat SMA. Namun jika sudah memiliki titel sarjana lalu tidak mempunyai kegiatan sama sekali, hanya tidur seharian di rumah, misalnya. Pasti lebih berat sanksi psikisnya.
Sebagai makhluk sosial yang hidup di tengah-tengah masyarakat, pastinya suka tidak suka ada yang mengomentari juga. Si Anu sudah jadi sarjana mengapa menganggur? Anak Pak Anu cuma lulusan SMA bisa bekerja menghasilkan uang. Akankah kalian marah jika kelak mendengar komentar demikian? Tanya guru saya retoris. Kuliah tidak serius sama dengan mencari tempat jatuh lebih tinggi lagi. Tentunya lebih sakit dan berbekas.
Tak perlu kuliah jika hanya kuliah main-main. Tak usah lanjut ke jenjang perkuliahan kalau cuma ingin meninggikan gengsi. Jangan kuliah jika hanya untuk membuang-buang uang orangtua. Laa yamuutu wa laa yahya, kata ustadz saya dulu di ponpes mahasiswa. Ora ono mutune lan ngentek-ngentekno bioyo. Tidak bermutu dan menghabiskan biaya saja.
Salam literasi
Sumber foto: Google
Sekilas pernyataan beliau itu terdengar provokatif, apalagi untuk siswa-siswi usia 17-an tahun. Lalu beliau menjelaskan, kuliah nantinya membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Selain uang kuliah per semester, ada biaya membeli buku pegangan, kertas dan tinta print buat makalah. Belum lagi untuk transportasi, makan, biaya kos jika kuliah di luar kota dan sebagainya.
Jika tidak dijalani dengan keinginan yang besar, maka sudah pasti semua sumber daya yang telah dikerahkan, baik materi maupun immateri, akan terbuang sia-sia. Andai si mahasiswa terus-terusan terlarut dalam kekhilafannya, tanpa ada keinginan untuk mengubah diri, ujungnya adalah DO.
Orangtua kecewa dan malu. Anak yang telah diperjuangkan dan juga dibanggakannya pulang dengan tangan hampa. Kemungkinan lain, dengan model belajar acak-acakan dan nilai pas-pasan si mahasiswa bisa juga lulus kuliah.
Guru saya menganalogikannya bagai mencari tempat jatuh yang lebih tinggi. Kalau "hanya" lulus Aliyah/sederajat, lalu tak memiliki pekerjaan sebaik yang lulusan sarjana, orang bisa memakluminya. Wajar, tamat SMA. Namun jika sudah memiliki titel sarjana lalu tidak mempunyai kegiatan sama sekali, hanya tidur seharian di rumah, misalnya. Pasti lebih berat sanksi psikisnya.
Sebagai makhluk sosial yang hidup di tengah-tengah masyarakat, pastinya suka tidak suka ada yang mengomentari juga. Si Anu sudah jadi sarjana mengapa menganggur? Anak Pak Anu cuma lulusan SMA bisa bekerja menghasilkan uang. Akankah kalian marah jika kelak mendengar komentar demikian? Tanya guru saya retoris. Kuliah tidak serius sama dengan mencari tempat jatuh lebih tinggi lagi. Tentunya lebih sakit dan berbekas.
Tak perlu kuliah jika hanya kuliah main-main. Tak usah lanjut ke jenjang perkuliahan kalau cuma ingin meninggikan gengsi. Jangan kuliah jika hanya untuk membuang-buang uang orangtua. Laa yamuutu wa laa yahya, kata ustadz saya dulu di ponpes mahasiswa. Ora ono mutune lan ngentek-ngentekno bioyo. Tidak bermutu dan menghabiskan biaya saja.
Salam literasi
Sumber foto: Google
Posting Komentar untuk "Tidak Perlu Kuliah, Jika..."
Pesan dimoderasi, terima kasih telah meninggalkan komentar yang santun. Sebab bisa jadi Anda dinilai dari komentar yang Anda ketikkan.